Lakukan pengendalian diri karena adanya risiko tinggi di sekitar kita akibat adanya COVID-19
Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Reisa Broto Asmoro mengimbau semua pihak untuk memperkuat pengendalian diri (self control) selama COVID-19 masih bermutasi dan berada di lingkungan sekitar.

“Kalau ada yang punya gejala batuk, pilek, apalagi sampai demam tinggi segera lakukan self control. Lakukan pengendalian diri karena adanya risiko tinggi di sekitar kita akibat adanya COVID-19,” kata Reisa dalam Siaran Sehat yang diikuti di Jakarta, Senin.

Reisa menuturkan salah satu bentuk pengendalian diri yang dapat dilakukan oleh semua pihak adalah melakukan penegakan diagnosa penyakit, melalui tes pemeriksaan COVID-19 baik PCR atau antigen.

Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui secara pasti penyakit yang diderita oleh seseorang.

Diharapkan tes pemeriksaan COVID-19 segera dilakukan, meskipun seseorang hanya merasakan gejala ringan seperti batuk, pilek dan demam. Sebab lebih baik bersikap waspada terhadap potensi penularan dibandingkan bersikap abai karena gejala yang ringan atau tidak bergejala.

Baca juga: Reisa: Vaksin COVID-19 bukan penyebab gagal ginjal akut pada anak

Baca juga: Reisa minta prokes diperketat akibat kasus COVID-19 dunia kembali naik


Hal kedua yang harus diperhatikan dalam pengendalian diri yakni mengetahui tata laksana penyembuhan. Di mana tata laksana dijalankan untuk meminimalkan risiko penularan pada orang sekitar salah satunya dengan segera mendapatkan booster dan tidak keluar rumah jika merasa tidak enak badan.

“Vaksinasi lengkap ini sudah terbukti bahkan melindungi tubuh kita dan mengurangi risiko pemburukan ataupun kematian. Namun ingat seiring berjalan waktu, antibodi kita akan turun sehingga antibodi ini membutuhkan adanya booster agar jumlahnya meningkat kembali dan kita memiliki perlindungan yang optimal,” ujar Duta Adaptasi Kebiasaan Baru itu.

Reisa menekankan cakupan vaksinasi booster harus terus ditingkatkan supaya dapat melindungi kelompok masyarakat yang belum bisa mengikuti atau mendapatkan vaksinasi COVID-19, seperti lansia dengan penderita komorbid, anak-anak di bawah usia enam tahun atau ibu hamil.

Sebab menurut riset yang dilakukan Kementerian Kesehatan dari tanggal 4 Oktober-8 November 2022, sebanyak 1.373 pasien COVID-19 yang meninggal dunia ternyata 84 persen di antaranya belum melakukan booster.

Baca juga: Pemerintah: BOR rumah sakit dan "positivity rate" COVID-19 meningkat

Sementara 10.639 pasien dengan gejala sedang, berat hingga kritis, sebanyak 74 persennya pun belum melanjutkan vaksinasi hingga dosis booster.

“Kalau melihat data ini seharusnya kita makin sadar bahwa sepertinya perlindungan diri dan melakukan vaksinasi booster, harus dilengkapi dengan protokol kesehatan,” katanya.

Kemudian ia menambahkan pengendalian diri, juga dapat dilakukan dengan menciptakan lingkungan yang aman bagi semua pihak, salah satunya bagi anak berusia di bawah enam tahun.

Reisa berharap semua orang dapat melindungi anak-anak dengan melakukan pengendalian diri, termasuk mengajak anak untuk menjalani imunisasi dasar rutin supaya terhindar dari penyakit berisiko selain COVID-19.

“Mari lindungi anak dengan mendapatkan akses vaksin ini. Selain memperhatikan vaksin COVID-19, kita juga harus memperhatikan agar anak tidak berisiko terkena penyakit berat lainnya. Jadi tetap harus dilakukan vaksinasi lengkap, terutama imunisasi dasar rutin dan keluarga yang lain harus segera booster,” kata Reisa.

Baca juga: Reisa: Varian XBB lebih cepat menular dibanding BA.5 dan BA.2

Baca juga: Reisa: Imunisasi cegah penyakit berulang penyebab kekerdilan anak


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2022