Jakarta (ANTARA) - Keterbatasan menjadi masalah jika kita tak mampu mencoba untuk keluar mengubah stigma tersebut.

Hal ini mampu dibuktikan dengan grup musik penyandang disabilitas tunanetra bernama Koste Band.

Di tengah keterbatasan mereka, hiduplah sebuah makna lagu yang dilantunkan merdu oleh sang vokalis, Kikin saat mengisi acara di sebuah pusat perbelanjaan kawasan Pejaten, Jakarta Selatan.

Kikin Nawawi bersama personel lainnya tampak lincah bernyanyi dan memainkan alat musik dengan menyesuaikan nada lagu yang dimainkan.

Senyum mereka tak lepas saat mengiringi lagu demi lagu, meski indahnya dunia di hadapannya tak bisa terlihat langsung di sepasang mata.

Berawal dari pengamen yang sering manggung di jalanan, kini mereka naik kelas lewat program “Pengamen Naik Kelas” yang dicanangkan oleh Institut Musik Jalanan (IMJ).

Awal mula terbentuk grup musik ini pada Desember 2018, di mana para anggotanya sama-sama memiliki hobi musik, dengan harapan bisa menghibur diri sendiri dan banyak orang.

Menurut sang pemain piano (pianis), Kakan Kandarsyah tak ada ilmu khusus dalam mempelajari musik di tengah keterbatasannya, lantaran bisa mengandalkan perasaan dan pendengaran di kunci nada.

Dia belajar memainkan alat musik secara autodidak. Kakan dan teman-teman belum penah kursus atau mengenyam pendidikan di sekolah musik. Rata-rata dari kecil para personel grup itu semuanya suka musik.

Dirinya bersama teman-teman grupnya hanya perlu latihan seminggu sekali karena sebelumnya mereka sudah mempelajari kunci nada yang telah disiapkan.


Berawal dari jalanan

Grup musik yang terdiri dari lima orang ini nyatanya tak langsung bisa tampil di pusat perbelanjaan seperti sekarang.

Kini, kehadiran mereka sering tampil di mall yang ada di Jakarta sehingga bisa memperoleh pendapatan jauh lebih cukup dari sebelumnya.

Koste Band tampil memukau membawakan sejumlah lagu di Mal Pejaten, Jakarta, Rabu (16/11/2022). ANTARA/Luthfia Miranda Putri
Dulu mereka hanya bisa mengumpulkan uang Rp50 ribu sekali manggung, kini bisa sekitar Rp1,5 juta sekali tampil. Jumlah itu kemudian dipotong biaya operasional dan dibagi rata.

Dulunya mereka hanya bermodalkan suara dan alat musik seadanya dengan tampil di jalanan.

Latar belakang perjuangan mereka untuk menjadi musisi "naik kelas" begitu beragam.

Dulunya Ari Anto (penabuh drum) ngamen di sekitaran stasiun yang ada di Jakarta. Pas denger ada IMJ di Depok dia langsung mencoba mendaftar.

Personel lainnya yang bermain melodi, Mahfud mengaku dulunya ia sempat menjadi terapis pijat sebelum melakoni dunia musik.

Setelah sekian lama menekuni pekerjaan sebagai terapis, pada 2018 ia bergabung di IMJ dan grupnya sekarang. 


Momen tak terlupakan 

Mengarungi dunia musik dalam satu grup selama beberapa tahun, tentunya momen tak terlupakan pernah masuk ke dalam memori para personel.

Salah satunya, Kakan yang sempat membawakan lagu bergenre dangdut di sebuah pusat perbelanjaan.

Lantaran saat itu dirinya masih terbilang personel baru, sehingga masih perlu banyak bertanya.

Waktu itu ada yang minta lagu dangdut. Karena dia tidak tahu ketentuannya, ia melayani permintaan penonton itu. "Ternyata itu sebenarnya tidak boleh karena ada beberapa mall yang tidak berkenan membawakan dangdut. Abis itu saya dimarahin," ujar Kakan, dalam perbincangan.

Selain itu, momen lucu juga tak lepas dari pengalaman mereka selama manggung, mulai dari alat musik yang bermasalah hingga mengantuk.

Suatu ketika, Ari dengan keterbtasan penglihatan, stik drumnya terpental, sehinga menyulitkan untuk memukannya dan segera kembali bermain. Pernah juga dia hendak ditangkap Satpol PP pas manggung di Pasar Minggu.

Atas cerita Ari, Mahfud menyambung bahwa dia juga punya pengalaman lucu saat sedang bermain dengan semangat tinggi, tiba-tiba senar gitarnya putus. Karena itu dia berharap segala pengalaman itu tidak sampai terulang.

Pada akhirnya, mereka juga menyampaikan pesan kepada sesama yang ingin mendalami dunia musik untuk terus berjuang dan jangan menyerah.

Kakan menuturkan impiannya bisa manggung di ajang internasional, dengan membawakan lagu ciptaan sendiri.

"Karena grup kami ini berawal dari hobi, maka gali terus potensi kalian sampai mendapatkan potensi yang luar biasa," katanya.

Ia juga mengingatkan pada semua orang, khususnya disabilitas, agar tidak mudah putus asa untuk mewujudkan mimpi. Semua mimpi membutuhkan perjuangan yang kadang sangat panjang dan berat untuk merujudkannya menjadi nyata.

Diasilitasi pemerintah

Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Kota Administrasi Jakarta Selatan memfasilitasi musisi disabilitas di daerah itu untuk tampil menghibur wisatawan Cirebon di Agro Edu Wisata (AEW) Ragunan.

"Kami memberikan fasilitas untuk tampil di ruang publik dan mal kepada musisi disabilitas tunanetra yang tergabung dalam Pengamen Naik Kelas," kata Kepala Suku Dinas Parekraf Kota Administrasi Jakarta Selatan Rus Suharto di Jakarta, Kamis.

Koste Band berjalan bersama setelah manggung, Jakarta, Rabu (16/11/2022). ANTARA/Luthfia Miranda Putri
Fasilitas yang disediakan oleh Suku Dinas Parekraf Kota Administrasi Jakarta Selatan itu, salah satunya menggandeng musisi disabilitas tunanetra Koste Band untuk memeriahkan kegiatan memperkenalkan objek wisata urban Jakarta Selatan yang bertajuk "Famtrip atau Familiarization Trip".

Grup musik itu dulunya merupakan musisi jalanan dan akhirnya terbentuk pada 2018. Mereka kemudian mengikuti audisi pengamen jalanan periode 2016-2019 yang semakin mengasah kemampuan dalam dunia musik.

Mereka juga kemudian mengikuti kurasi Pengamen Naik Kelas yang diadakan oleh Suku Dinas Parekraf Jakarta Selatan pada Agustus 2022.

Diharapkan para disabilitas yang kreatif dan berkualitas bisa terdorong menjadi pelaku ekonomi kreatif sekaligus menjadi motivasi bagi penyandang disabilitas lainnya dalam menggali potensi mereka masing-masing.

"Pengamen Naik Kelas" ini tidak dilombakan, tapi pendaftar dikurasi untuk dipentaskan sebagai musisi jalanan.

Pada ajang 2022, total pengamen yang lolos kurasi 10 grup dengan personel 44 orang.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022