pelaku di bidang perumahan masih optimistis daya beli kelompok sasaran ...
Jakarta (ANTARA) - Persoalan penyediaan rumah masih menjadi isu krusial saat ini. Pemerintah berpegang pada data backlog atau kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan rakyat mencapai 12,7 juta pada tahun 2021.

Angka ini menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyediakan subsidi kepemilikan rumah untuk tahun mendatang. Persoalannya pada tahun 2023 resesi ekonomi global menjadi tantangan untuk penyediaan rumah terutama menyangkut daya beli masyarakat.

Kendati demikian, pelaku di bidang perumahan masih optimistis daya beli kelompok sasaran (pekerja formal) aparatur sipil negara (ASN) dan pekerja swasta maupun BUMN masih tinggi untuk membeli rumah.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Haru Koesmahargyo yang mengungkapkan permintaan perumahan, terutama untuk rumah subsidi, masih tinggi pada tahun 2023.

Apalagi ini juga didukung Pemerintah yang terus meningkatkan alokasi anggaran subsidi untuk sektor perumahan.

Pada tahun 2022, Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah mengalokasikan dana subsidi perumahan dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) senilai Rp23 triliun untuk pembiayaan 200.000 unit rumah subsidi.

Hal ini masih ditambah dengan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) senilai Rp888,46 miliar untuk 22.586 unit rumah.

Lantas untuk tahun 2023 total target penyaluran bantuan subsidi perumahan sebanyak 274.924 unit senilai Rp34,17 triliun yang bersumber dari APBN sebesar Rp29,53 triliun dan dana masyarakat Rp4,64 triliun. Adapun untuk KPR FLPP, Pemerintah menaikkan dana subsidinya menjadi sebanyak 220.000 unit.

Dengan kian lebarnya backlog perumahan maka target program satu juta rumah sudah tidak relevan lagi. Maka perlu target yang lebih besar lagi, seperti program 10 juta rumah, sehingga pada tahun 2045, backlog perumahan sudah bisa teratasi.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Haru Koesmahargyo menyatakan tetap optimis daya beli masyarakat membeli rumah tetap tinggi di tahun 2023. ANTARA/HO-BTN
Tantangan
Pada tahun 2023 banyak tantangan yang dihadapi perbankan penyalur pembiayaan perumahan, mulai dari ancaman kenaikan suku bunga acuan hingga restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak COVID-19 yang berakhir pada Maret 2023.

Tak hanya itu, berbagai kebijakan akan menjadi upaya tersendiri bagi perbankan penyalur pembiayaan perumahan agar kinerja tetap cerah. Kebijakan itu di antaranya giro wajib minimum (GWM), aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).

Tak hanya itu ada juga kebijakan countercyclical buffer yang mensyaratkan agar perbankan memperkuat profitabilitas, permodalan, dan kualitas bisnis.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, Bank BTN menyiapkan enam usulan inisiatif jangka pendek pada 2023.

Enam usulan tersebut yakni penerapan suku bunga tertentu untuk setiap kelompok desil penghasilan (desil 4-5 juta 5 persen, desil 6-8 juga 7 persen), penyesuaian masa subsidi KPR menjadi 10 tahun, memfokuskan kuota FLPP ke bank khusus penyedia pembiayaan perumahan, pemberian subsidi premi asuransi, percepatan kepesertaan Tapera, dan percontohan KPR bagi pekerja Informal.

Terkait hal itu bank BUMN itu bakal menyiapkan terobosan baru dalam skema pembiayaan perumahan. Pertama,menghadirkan KPR FLPP model baru dengan tenor 20 tahun dan subsidi 10 tahun. Kedua, KPR Selisih Subsidi Bunga (SSB) dengan tenor 20 tahun dan subsidi 10 tahun.

Tak hanya itu untuk memotivasi dan menginspirasi masyarakat memiliki rumah juga memperkenalkan skema KPR Rent to Own untuk pekerja Informal dengan tenor maksimal 30 tahun. Skema ini memungkinkan nasabah menyewa rumah terlebih dulu untuk kemudian diubah menjadi hak milik.

Keempat, KPR dengan skema Staircasing Share Ownership (SSO), yakni KPR subsidi dengan skema kepemilikan secara bertahap.

Dan kelima, BTN berharap ada penugasan khusus kepada pihak asuransi oleh pemerintah untuk subsidi tarif premi asuransi KPR.
Masyarakat tengah beraktivitas. Subsidi pembiayaan perumahan harus ditingkatkan pada tahun 2023 seiring dengan tingginya permintaan terhadap hunian terjangkau. ANTARA/ Ganet Dirgantoro
Minat tinggi
Sementara itu, Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Adi Setianto menuturkan minat masyarakat memanfaatkan subsidi KPR sangat tinggi.

Hal ini berdasarkan data realisasi penyaluran KPR FLPP hingga 18 November 2022 mencapai Rp21,27 triliun atau sebanyak 191.197 unit.

Bank BTN menjadi penyalur KPR FLPP tertinggi dengan kontribusi lebih dari 53 persen, sedangkan posisi kedua tertinggi ditempati BTN Syariah dengan kontribusi sebesar 11,85 persen. Jika kedua data tersebut digabungkan, pangsa pasar BBTN di penyaluran FLPP mencapai lebih dari 65 persen.

Sementara itu, realisasi pembiayaan Tapera mencapai Rp636,7 miliar atau sebanyak 4.256 unit. Dari jumlah tersebut, BTN menjadi penopang utama dengan menyalurkan pembiayaan Tapera sebanyak 3.093 unit rumah, atau lebih dari 72 persen.

Bank lain diminta ikut meningkatkan lagi kontribusi dan perannya dalam penyaluran program KPR untuk rakyat, baik dalam bentuk penyaluran dana Tapera ataupun FLPP.

Keterlibatan bank lain itu sudah mendesak mengingat tanpa partisipasi aktif lembaga keuangan ini, angka backlog perumahan akan semakin sulit ditekan.

Salah satu yang akan menjadi fokus BP Tapera untuk mengurangi backlog perumahan dengan menyalurkan pembiayaan perumahan ke pekerja sektor informal.

Namun ada beberapa tantangan yang menjadi pekerjaan rumah dalam menangani pekerja informal di antaranya, mereka tidak memiliki catatan keuangan yang lengkap sehingga sulit diverifikasi.

Kemudian pekerja informal juga memiliki keterbatasan kapasitas menabung karena penghasilan yang diperoleh umumnya habis untuk kebutuhan sehari-hari. Pekerja informal juga belum sepenuhnya tersentuh program perumahan.

Tantangan berikutnya yakni dari sisi produk belum ada program pembiayaan perumahan yang spesifik untuk pekerja informal. Adapun tantangan dari sisi ekosistem pembiayaan perumahan belum tersedia data yang terintegrasi untuk segmen pekerja informal dan mayoritas segmen ini berada di perdesaan yang relatif sulit terjangkau.

Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengatakan harga perumahan yang terus naik dan kebijakan kenaikan UMP 2023 yang ditetapkan maksimal 10 persen, dikhawatirkan dapat mendorong kenaikan inflasi lebih tinggi.

Hal ini tentunya membuat Pemerintah harus membuat strategi perumahan dengan mencari titik keseimbangan antara sisi pasokan dan permintaan melalui pengendalian harga jual dan besaran bantuan pembiayaan perumahan.

Tren inflasi dan suku bunga yang terus naik, menjadikan strategi pemerintah dalam mendorong sisi permintaan dan sisi penyediaan menjadi salah satu kunci utama pertumbuhan sektor properti.

Untuk menjawab tantangan industri perumahan tahun 2023, Pemerintah bersama pemangku kepentingan dalam ekosistem terkait akan melakukan optimalisasi dalam mendongkrak kapasitas pembiayaan perumahan.

Dari sisi pemerintah dalam hal ini Kementerian PUPR akan melakukan perencanaan program dan anggaran pembiayaan perumahan, melakukan mitigasi risiko terhadap isu kualitas bangunan dan ketepatan sasaran, penyiapan program pembiayaan perumahan bagi pekerja formal dan informal, serta menciptakan ekosistem pembiayaan perumahan yang kondusif.

Dari BP Tapera, Pemerintah mengharapkan optimalisasi penyaluran FLPP, optimalisasi skema pembiayaan perumahan bagi pekerja formal dan informal, meningkatkan kerja sama dengan bank penyalur untuk memperluas layanan, serta efisiensi pengelolaan dana Tapera dan dana FLPP.

Sementara dari bank pelaksana seperti Bank BTN, diharapkan dapat meningkatkan partisipasi dalam program pembiayaan pemerintah kepada masyarakat, meningkatkan pelayanan dan efisiensi pembiayaan perumahan, dan menerbitkan pembiayaan perumahan yang terjangkau.



Editor: Achmad Zaenal M

 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022