Jakarta (ANTARA News) - Pengangkutan barang/muatan impor milik pemerintah yang pengadaannya dilakukan impotir wajib diangkut kapal berbendera Indonesia yang dioperasikan perusahaan angkutan laut nasional. Arahan itu tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan (SK Mendag No 20/M-DAG/PER/4/2006) dan Menteri Perhubungan (SK Menhub No KM 19 Tahun 2006) yang diperoleh ANTARA Jakarta, Jumat. SKB yang merupakan pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2005 mengenai pemberdayaan industri pelayaran nasional tersebut ditandatangani kedua menteri tersebut pada 24 April 2006. Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan, Diah Maulida mengatakan, pihaknya telah membuat forum rutin bulanan untuk membahas keterkaitan sektor perdagangan dengan pelayaran nasional untuk memanfaatkan armada laut nasional untuk pemasukan devisa negara. "Sekarang impor kita masih tergantung penjual dan ekspor kita juga tergantung pembeli. Pelaksanaan SKB dan Inpres itu perlu disiapkan petunjuk pelaksanaannya oleh tiap departemen agar bisa berlaku efektif," kata Diah. Ketua Kepelabuhanan dan Kepabeanan Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo), Toto Dirgantoro, mengatakan sekitar 96 persen ekspor Indonesia masih diangkut kapal asing. Sementara itu, diketahui pangsa pasar pelayaran internasional mencapai 550 juta ton peti kemas yang nilainya 22 miliar dollar AS. Untuk mengambil porsi lebih besar dalam bisnis eskpor impor dengan angkutan laut, menurut Toto, "term and condition" penjualan dan pembelian barang yang selama ini dipakai harus diubah. "Sistem penjualan harus kita perbaiki dari sistem FOB (Free On Board) jadi CNF (termasuk biaya kapal) dan sistem pembelian kita diubah menjadi FOB (pengimpor harus mencari sendiri kapal angkut)," kata Toto. Selain itu, lanjut dia, perlu dibuat situs Informasi Muatan dan Ruang Kapal (IMRK) agar industri bisa mengetahui kapal-kapal mana yang bisa digunakan untuk ekspor termasuk harganya. Menurut Toto, armada nasional bisa bersaing dengan adanya penurunan Terminal Handling Charge (THC) yang diberlakukan sejak 5 Desember 2005 menjadi sebesar US$95 (untuk kontainer ukuran 20 kaki) dan US$145 (untuk 40 kaki) serta tanpa ada lagi pungutan atau surcharge lainnya. "Setelah tahun depan jika 40 persen dari total volume eskpor bisa kita angkut sendiri itu sudah luar biasa," kata Toto. Sambil menunggu kesiapan armada nasional menangani seluruh permintaan pengangkutan kargo, saat ini, Depalindo sedang mencari alternatif pelayaran asing yang dapat memberikan potongan harga yang bagus. "Ternyata bisa didapatkan dari Cina. Cina siap back up kita dengan diskon yang bagus, yaitu 30 persen. Sambil menunggu siap, kita cari yang lebih murah ini akan kita sosialisasikan pada para eksportir," kata Toto.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006