Di ASEAN, kapitalisasi market di BEI merupakan yang tertinggi,
Jakarta (ANTARA) - Di tengah banyak bursa saham dunia yang mengalami koreksi, Bursa Efek Indonesia (BEI) mampu mencatatkan performa yang baik. Hal itu tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berhasil tumbuh positif.

Berdasarkan data BEI per 22 November 2022, IHSG meningkat 6,82 persen dibandingkan akhir tahun lalu atau year to date (ytd), hanya kalah dari bursa saham Turki (157,35 persen) dan Chili (22,89 persen) yang menempati posisi pertama dan kedua.

IHSG bahkan pernah mencapai level tertinggi sepanjang masa atau all time high (ATH) pada 13 September 2022 yaitu 7.318,02 dan juga ATH dari sisi kapitalisasi pasar pada 15 September 2022 yaitu Rp9.560 triliun.

Rata-rata nilai transaksi harian atau RNTH di bursa domestik juga tumbuh hampir dua kali lipat dalam lima tahun terakhir dari Rp8,5 triliun pada 2018 menjadi Rp14,9 triliun. Frekuensi perdagangan harian pun meningkat signifikan dari 387.000 transaksi menjadi 1,34 juta kali transaksi.

Di ASEAN, kapitalisasi market di BEI merupakan yang tertinggi, yakni mencapai 604 miliar dolar AS per Oktober 2022, diikuti oleh bursa saham Singapura 588 miliar dolar AS, Thailand 528 miliar dolar AS, dan Malaysia 339 miliar dolar AS. Sementara itu, RNTH di BEI mencapai 1,08 miliar dolar AS, hanya kalah dari Thailand yang mencapai 2,09 miliar dolar AS.

Dari sisi emiten, saat ini jumlah perusahaan tercatat di BEI mencapai 820 perusahaan. Jumlah tersebut masih di bawah Bursa Malaysia yang hampir mendekati 1.000 perusahaan tercatat, tepatnya 967 perusahaan tercatat. Namun secara pertumbuhan dalam 5 tahun terakhir, Bursa Malaysia hanya tumbuh 6,9 persen dibandingkan BEI yang tumbuh 43,1 persen.

Sepanjang tahun ini, 54 perusahaan telah melantai di BEI sekaligus menyamai jumlah penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) pada tahun lalu. Namun, dengan sisa waktu sekitar 1 bulan lagi, empat hingga enam perusahaan diperkirakan akan mencatatkan saham perdananya di BEI.

Sementara itu, berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), investor di pasar modal Indonesia telah menembus 10 juta investor di mana per 3 November 2022 jumlah Single Investor Identification (SID) telah mencapai 10.000.628 investor dengan komposisi jumlah investor lokal sebesar 99,78 persen. Dominasi investor lokal tersebut diharapkan dapat memberikan ketahanan bagi pasar modal domestik jika diterpa isu global.

Jumlah investor pasar modal telah meningkat 33,53 persen dari 7,49 juta investor pada akhir 2021. Tren peningkatan tersebut telah terlihat sejak 2019 ketika investor masih berjumlah 2,48 juta investor.

Implementasi simplifikasi pembukaan rekening efek, memberikan dampak cukup besar bagi peningkatan jumlah investor pasar modal terlebih pada masa pandemi COVID-19. Hal itu terlihat dari peningkatan yang cukup signifikan pada 2020-2021, dengan pertumbuhan lebih dari 100 persen. Peningkatan jumlah investor sejak 2019 hingga 2021 merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Indonesia.

Industri reksa dana sebagai penyumbang jumlah investor terbesar di pasar modal memperlihatkan tren peningkatan signifikan yaitu 36,04 persen menjadi 9,3 juta investor. Dari jumlah tersebut, sekitar 80 persen merupakan investor dari selling agent financial technology (fintech), yang 99,9 persennya merupakan investor individu lokal. Investor ritel juga mendominasi transaksi subscription dan redemption yang mencapai lebih dari 80 persen.

Ruang untuk berkembang

Di balik berbagai torehan positif, pasar modal Indonesia juga masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Salah satu pekerjaan rumah tersebut adalah pendalaman pasar. Stock Exchange of Thailand, misalnya, berhasil mencatatkan RNTH hampir dua kali lipat dari BEI meski jumlah investornya lebih sedikit. Produk pasar modal yang lebih banyak berhasil meningkatkan nilai transaksi harian di Negeri Gajah Putih.

Guna menambah ragam produk investasi di pasar modal di Tanah Air, pada September 2022 lalu BEI pun resmi meluncurkan produk waran terstruktur pertama di Indonesia

Waran terstruktur atau structured warrant merupakan efek atau instrumen turunan saham yang diterbitkan oleh perusahaan efek Anggota Bursa (AB), yang memberikan hak kepada pembelinya untuk membeli atau menjual underlying securities (saham) pada harga dan tanggal yang telah ditentukan. Underlying securities yang dimaksud adalah saham-saham yang masuk dalam konstituen Indeks IDX30.

PT RHB Sekuritas menjadi perusahaan sekuritas pertama yang menawarkan waran terstruktur sebanyak tiga seri dengan underlying dari PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO). RHB Sekuritas kemudian menambah lima waran terstruktur lagi dengan underlying yaitu PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Sejumlah perusahaan sekuritas saat ini disebut telah masuk dalam daftar (pipeline) yang akan menawarkan waran terstruktur.

Dengan adanya waran terstruktur, diharapkan akan membuat investor menjadi lebih aktif, terutama investor ritel, karena bisa memilih waran dengan harga yang lebih terjangkau sehingga transaksi perdagangan saham di BEI semakin meningkat. Saat ini nilai transaksi waran terstruktur memang masih relatif kecil yaitu baru mencapai Rp100 miliar, tapi berpotensi untuk terus meningkat pada masa mendatang.

Di sisi lain, terkait komposisi investor pasar modal, dari 10 juta investor sebanyak 4,3 juta investor merupakan investor saham. Kendati demikian, investor yang aktif melakukan perdagangan saham tak lebih dari 200 ribu investor.

Sementara itu, untuk kapitalisasi pasar, meski di ASEAN menjadi yang terbesar, kapitalisasi pasar saham domestik juga masih kalah jauh dibandingkan kapitalisasi pasar bursa saham di Asia yang telah mencapai ribuan miliar dolar AS.

Dengan kata lain, pasar modal Indonesia masih punya ruang untuk berkembang, agar menjadi pasar saham yang makin menarik dan dalam.




Editor: Achmad Zaenal M

 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022