Papua sebagai provinsi induk merasa keberatan karena beberapa komponen anggaran masih tetap dibiayai Provinsi Papua.
Jayapura (ANTARA) - Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin meminta agar pemerintah-pemerintah daerah di Papua untuk melakukan strategi quick win dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat.

"Saya minta pemda memilih kegiatan quick win, solusi cepat, yang menyentuh masyarakat untuk dituangkan dalam rencana aksi tahun 2023—2024," kata Wapres Ma'ruf Amin di Jayapura, Selasa.

Wapres menyampaikan hal tersebut saat menghadiri audiensi selaku Ketua Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) atau disebut Badan Pengarah Papua (BPP) bersama Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo dan Sekretaris Daerah Provinsi Papua Muhammad Ridwan Rumasukun.

Hadir pula Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa, Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua Johny Banua Rouw, Bupati Memberamo John Tabo, dan jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Provinsi Papua.

"Kita membangun Papua ada rencana induk Percepatan Pembangunan Papua. Usulan itu disinkronkan sehingga menjadi semacam acuan karena rencana induk itu dari pusat, dari pemda, provinsi, dan dari kabupaten jadi disinkronkan," kata Wapres.

Selain itu, lanjut Ma'ruf Amin, juga dari usulan-usulan masyarakat, baik masyarakat adat, kelompok agama, pemuda, maupun perempuan, yang ditampung kemudian diolah menjadi Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua.

Wapres juga meminta agar semua pihak dapat ikut mewujudkan Papua yang inklusif dan damai.

"Bangun Papua yang sejahtera dan juga Papua yang damai. Semua pihak harus ambil peran agar Papua tenang dan pembangunan tidak terganggu. Ini mungkin perlu usaha-usaha bersama dan kelompok masyarakat meyakinkan bahwa kesejahteraan hanya bisa kita peroleh kalau kita dalam suasana yang damai," ungkap Wapres.

Wapres Ma'ruf setuju dengan pendekatan teritorial dalam menyelesaikan persoalan penegakan hukum dan keamanan di Papua, yaitu pembangunan kesejahteraan. Akan tetapi, tetap penegakan hukum terhadap siapa saja yang melanggar.

"Menegakkan keadilan jadi bagian keniscayaan supaya masyarakat merasa tenang, merasa aman, dan tidak ada diskriminasi dalam penegakan hukum terhadap siapa yang bersalah, siapa yang melakukan tindakan melawan hukum," ucap Wapres.

Baca juga: Perpu Pemilu menggapai tujuan pemekaran provinsi di Pulau Papua
Baca juga: Ma'ruf Amin: Papua tetap satu dan tidak dipecah-pecah


Wapres pun yakin bahwa dengan duduk bersama setiap pemangku kepentingan dapat menemukan solusi dan merumuskan jalan yang merata baik kesejahteraan di tanah Papua.

"Kalau kita bersama, insyaallah, Papua bukan hanya tidak ketinggalan, melainkan dengan potensi di Papua, daerah ini bisa lebih sejahtera dari provinsi lain. Intinya agar Papua damai tenang, tidak ada konflik," kata Wapres.

Dalam audiensi tersebut, Ketua DPRP Jhony Banua Rouw mengatakan bahwa dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah, khususnya Provinsi Papua, berkurang setelah pembentukan empat provinsi baru.

"Terutama kami provinsi induk, dan dengan tiga daerah pemekaran baru, terjadi pembagian dana transfer pusat di daerah yang menyebabkan dana ke Papua mengalami penyusutan 73 persen, yang awalnya pada tahun 2022 kami Papua mengelola Rp7,7 triliun dari dana transfer pusat, saat ini dengan kebijakan pemerintah pusat pembagian wilayah, Papua pada tahun 2023 hanya mendapatkan Rp2,3 triliun," kata Jhony Banua.

Jhony Banua menyebut dana transfer pusat ke sejumlah provinsi di Papua terbagi, yaitu untuk Papua Selatan Rp1,5 triliun, Papua Tengah Rp1,8 triliun, dan Papua Pengunungan Rp2 triliun dengan total Rp7,7 triliun.

Dengan pembagian seperti itu, menurut Jhony Banua, Papua sebagai provinsi induk merasa keberatan karena beberapa komponen anggaran masih tetap dibiayai Provinsi Papua.

Ia mencontohkan anggaran beasiswa pada APBD 2022, Pemprov Papua membiayai Rp420 miliar. Akan tetapi, dengan pemotongan, Papua hanya mendapat Rp2,3 triliun.

"Maka, pada tahun 2023, DPRP hanya bisa membiayai Rp100 miliar, jadi ada kekurangan Rp320 miliar. Kalau tidak bisa dibiayai, akan jadi masalah bagi anak-anak kita yang kuliah di luar maupun di dalam negeri," ungkap Jhony Banua.

Dengan anggaran hanya Rp100 miliar, dia memperkirakan Papua hanya bisa bertahan selama 2—3 bulan. Setelah itu, tidak bisa membiayai beasiswa mahasiswa Papua lagi.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022