Sepanjang mata memandang .., tidak terlihat kendaraan roda empat berlalu lalang, kecuali mobil ambulans dan armada pemadam kebakaran
Batam (ANTARA) - Pada tahun 1950-an, Pulau Belakang Padang, Batam, dikenal sebagai pulau paling seram dan berbahaya karena kerap disinggahi perompak. Namun, kini keadaannya berbalik.

Pulau yang berbatasan langsung dengan Singapura itu justru menjadi rujukan wisatawan yang ingin melepas kerinduan pada kehidupan masa lalu di perdesaan.

Kisah keseraman Pulau Belakang Padang, Provinsi Kepulauan Riau, itu rupanya sudah terkubur. Dengan keunikan yang bisa didapatkan, kini siapa saja bisa berkunjung ke pulau. Untuk ke pulau ini  bisa ditempuh dalam waktu 15 menit dari pelabuhan rakyat di Sekupang.

Bahkan kini, daratan seluas 29,702 km2 itu dijuluki pulau penawar rindu. Sebutan itu bukan tanpa sebab. Dulu, daerah ini masuk wilayah administratif Provinsi Riau. Namun, pada 2004 resmi menjadi bagian Provinsi Kepulauan Riau.

Pusat pemerintahan daerah berada di Belakang Padang sebagai Kota Madya Batam. Pulau penyangga berbatasan dengan Singapura ini menjadi cikal bakal Batam sebagai kota industri.

Meskipun saat ini kawasan ini sudah berkembang, beberapa pusat pertokoan masih tidak berubah. Beberapa pusat perkantoran instansi pemerintah masih tetap berdiri, seperti Kantor Imigrasi Belakang Padang (Kantor Imigrasi Pertama), begitu juga Pos Angkatan Laut (AL).

Belakang Padang merupakan wilayah terluar Kota Batam atau satu di antara 12 kecamatan di Kota Batam. Siapa pun yang datang ke pulau itu bisa menikmati pemandangan gedung-gedung pencakar langit di Singapura selama perjalanan laut menggunakan perahu pompong ke pulau Belakang Padang. Karena, jarak Pulau Belakang Padang dengan Singapura dekat, hanya berjarak sekitar 33 kilometer dari lepas pantai.

Begitu sampai di dermaga Pulau Belakang Padang, pengunjung disuguhi pemandangan puluhan perahu pompong atau perahu penumpang milik warga yang sudah berjejer di dermaga. Begitu juga dengan penampakan ratusan sepeda motor yang terparkir di sana karena ditinggalkan pemiliknya yang pergi ke kota.

Masuk ke dalam, pengunjung bisa melihat puluhan becak kayuh yang siap mengantarkan pengunjung berkeliling pulau dengan harga terjangkau.

Sepanjang mata memandang di Belakang Padang, tidak terlihat kendaraan roda empat berlalu lalang, kecuali mobil ambulans dan armada pemadam kebakaran yang digunakan saat dibutuhkan.

Transportasi dominan menggunakan kendaraan roda dua, sedangkan transportasi umum hanya ada becak kayuh. Hal itu karena ruas jalan di Belakang Padang tidak cukup lebar untuk dilalui kendaraan roda empat.

Bahkan anggota kepolisian dan TNI yang bertugas di sana hanya dibekali dengan sepeda untuk melakukan patroli berkeliling di pulau tersebut.

Selain transportasi yang unik, suasana perdesaan di Belakang Padang masih bisa dirasakan. Begitu juga rumah-rumah di sana yang masih terlihat sederhana dan tradisional.

Pantainya pun indah walaupun hanya seluas lapangan voli. Begitu malam, pengunjung bisa menikmati indahnya pemandangan lampu kerlap-kerlip dari gedung-gedung pencakar langit Singapura. Warga Belakang Padang pun terbilang ramah terhadap wisatawan.

Hal inilah yang membuat banyak warga dari Pulau Batam maupun Kepulauan Riau datang ke sana untuk sekadar melepaskan penat setelah bekerja berhari-hari, dengan merasakan suasana perdesaan yang tenang. Anak-anak zaman sekarang menyebutnya healing.

Tidak hanya warga lokal, wisatawan dari berbagai negara seperti seperti Korea, Malaysia, Singapura, Hong Kong, dan lainnya juga sering melancong ke Pulau Belakang Padang.

“Wisatawan asing sering ke sini. Kalau lagi di sini kami bawa keliling pulau pakai becak. Senang mereka,” ujar penganyuh becak di Pulau Belakang Padang.

Kuliner terkenal

Tidak kalah dari pemandangannya, kuliner di Pulau Belakang Padang juga sangat diminati. Terutama mi lendir dan teh tarik Ameng yang sudah melegenda bagi masyarakat Batam yang sering berkunjung ke sana. Kenikmatan kuliner itu bahkan membuat banyak warga Pulau Batam rela menghabiskan waktu paginya hanya untuk dapat sekadar menikmati kuliner itu.

Tentunya tidak hanya itu saja kenikmatan kuliner yang ada di Pulau Belakang Padang, menu tradisional lainnya seperti ikan asam pedas, gong gong rebus, ikan bakar, kepiting, dan makanan hasil olahan laut lainnya juga bisa ditemukan di pulau ini.

Pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia memang memberikan dampak perekonomian khususnya di sektor pariwisata, begitu juga di Pulau Belakang Padang. Hampir 2 tahun pulau tersebut tidak dikunjungi wisatawan mancanegara akibat ditutupnya pintu masuk ke Indonesia.

Maka dari itu, setelah dibukanya pintu masuk bagi warga negara asing, pemerintah setempat langsung menggelar acara dengan mengundang delegasi negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Salah satunya digelar pada saat perayaan HUT Ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2022.

Warga sekitar bersama dengan aparatur sipil negara (ASN) yang bertugas di kantor Camat Belakang Padang menggelar event, seperti lomba sampan layar, panjat pinang di tengah laut, lomba bakiak, tarik tambang, bulu tangkis, sepak takraw, dan lain-lain.

Semua itu dilakukan untuk menarik kunjungan wisatawan, yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan warga dan pendapatan asli daerah.



Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022