Yogyakarta (ANTARA News) - Gundukan magma yang kini muncul di permukaan puncak Gunung Merapi menjadi teka teki; apakah itu pertanda gunung api setinggi 2.965 mdpl itu segera meletus? Desakan magma dari perut Merapi saat itu sudah mencapai permukaan puncak, dan magma itu kini berwujud gundukan material vulkanik yang bentuknya mirip leher memanjang ke atas setinggi 10 meter lebih. "Ini menandakan material vulkanik tersebut siap dilontarkan, karena berdasarkan pengalaman letusan sebelumnya, hanya butuh beberapa hari lagi untuk melontarkannya, meski tetap tergantung kekuatan dari desakan energi magma itu sendiri," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Dr Antonius Ratdomopurbo, Sabtu (29/4). Gundukan itu terletak di tengah puncak, tepatnya di blok C, sebelah timur kubah lava 97 (kubah lava hasil ketusan 1997). Saat ini gundukan tersebut dapat dilihat dengan mata telanjang dari kawasan rawan bencana Merapi seperti Kaliurang, Turgo dan Kaliadem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Melihat letak gundukan itu, diperkirakan material vulkanik akan terlontar dan meluncur ke arah barat dan barat daya. Apabila kekuatan dari desakan energi magma sangat kuat, dapat menerjang kubah lava 97, dan diperkirakan luncuran material vulkanik dapat melalui hulu Sungai Boyong, Krasak dan Sungai Bebeng. "Tetapi tidak menutup kemungkinan dapat pula melalui Sungai Lamat, Sat dan Sungai Putih," kata Antonius Ratdomopurbo. Menurut dia, kekuatan dari desakan energi magma tersebut juga bisa menyebabkan kemungkinan terjadinya guguran lava dan lava pijar. Bahkan awan panas (wedhus gembel) dapat pula terjadi apabila gundukan itu runtuh akibat pertumbuhannya tidak stabil. Namun, ia juga mengatakan, berbeda dengan asumsi berbagai kalangan, desakan magma ke permukaan puncak hingga membentuk gundukan ini terjadi justru setelah data gempa fase banyak atau multiphase (MP) menunjukkan trend yang menurun. Hal serupa juga terjadi pada letusan Merapi tahun 2001. Bahkan data kegempaan waktu itu menunjukkan tidak terjadi MP sebelum proses mulai terjadinya gundukan, dan deformasi (penggelembungan) kubah lava saat itu berhenti. "Tetapi pada tahun letusan 1994 tidak demikian, sehingga tidak bisa dijadikan acuan," katanya. Ratdomopurbo mengatakan, meskipun pertumbuhan gundukan magma tersebut dapat diamati, volume magma serta kekuatan energi desakannya ke permukaan puncak tidak dapat dihitung. Karena itu, menurut dia, sampai sekarang BPPTK tidak dapat memperkirakan kapan Merapi akan meletus. Letusan 1961 Apakah letusan Merapi 2006 prosesnya akan sepanjang seperti letusan 1961? Dalam sejarah letusan gunung ini tercatat, setelah melalui masa tenang pasca letusan 1957, Merapi aktif kembali diawali dengan terjadinya awan panas pada 19 Maret 1961. Selanjutnya dalam kurun waktu dua minggu terjadi beberapa kali awan panas yang memasuki hulu Sungai Batang. Pada malam hari teramati adanya titik-titik api (api diam) di kubah lava letusan 1957. Pada 18 April 1961 terjadi awan panas besar yang meluncur sejauh 6,5 kilometer menyusuri alur Sungai Batang di lereng baratdaya. Kemudian pada 20 April pukul 06.50 WIB Merapi meletus. Titik letusan terletak di bres Batang, yaitu celah yang menuju ke hulu Sungai Batang. Letusannya disertai petir. Namun, asap letusan tidak terlalu tinggi, hanya sekitar satu kilometer dari puncak. Desa Gendeng hancur total. Pohon-pohon diterjang awan panas dan tercabut dari akarnya. Hujan abu dari letusan itu sampai daerah Muntilan, Kabupaten Magelang (Jawa Tengah). Letusan tersebut membentuk celah lebar di puncak dan mengarah ke barat daya, yakni ke arah hulu Sungai Batang. Di dalam celah atau bukaan kawah itu pada fase sesudah letusan terbentuk kubah lava. Ratusan kali awan panas dan guguran lava pijar masih terus terjadi sesudah letusan, dengan jarak luncur maksimum enam kilometer ke hulu Sungai Batang. Pada 7 Mei 1961 terjadi letusan kecil yang berulang-ulang. Awan panasnya mencapai sejauh 3,5 kilometer. Pada saat itu diperkirakan kecepatan awan panas mencapai 60 kilometer per jam. Beberapa awan panas juga memasuki hulu Sungai Senowo, Gendol dan hulu Sungai Woro sampai sejauh 1,5 kilometer. Sesudah terjadi letusan-letusan kecil, terdengar suara hembusan bergemuruh yang sangat kuat. Suara itu kadang diikuti semburan asap vertikal setinggi satu kilometer dari puncak gunung. Kemudian pada 8 Mei 1961 terjadi lagi letusan. Fase ini dimulai pada pukul 07.54 WIB. Terjadi beberapa kali letusan, dan yang paling besar pada pukul 14.56 WIB yang menimbulkan awan panas sampai sejauh 12 kilometer. Ujung awan panas sampai di Desa Kembang, atau sekitar satu kilometer dari Pos Pengamatan Merapi di Ngepos. Letusan 8 Mei itu merupakan fase puncak dari periode letusan tahun 1961, yang menyebabkan bukaan kawah di puncak yang mengarah ke baratdaya semakin lebar. Pada lereng puncak terbentuk suatu depresi radial (ceruk) panjang di sektor barat daya. Selama periode letusan 1961, sebanyak 42,4 juta meter kubik material vulkanik telah dikeluarkan oleh gunung itu. Letusan 1967 Gunung Merapi kembali meletus pada 1967. Fase letusan berlangsung dari 7 Oktober sampai 9 Oktober. Sedangkan letusan utama berlangsung selama sekitar tiga jam dari pukul 16.45 sampai pukul 19.50 WIB pada 8 Oktober 1967. Endapan awan panas selama letusan masuk ke Sungai Batang sampai sejauh tujuh kilometer dari puncak. Diperkirakan area seluas sekitar 4,9 kilometer persegi terlanda awan panas. Selama fase letusan, pengamat di Pos Plawangan melaporkan terjadi tujuh kali gempa. Sedangkan hujan abu turun sampai wilayah kota Wonosobo dan Parakan, Jawa Tengah. Fase letusan 1967 diakhiri dengan pembentukan kubah lava yang berlangsung hingga September 1968 (kubah lava 68). Volume kubah lava 1968 diperkirakan 5,9 juta meter kubik. Merapi meletus lagi pada 8 Januari 1969 yang awan panas-nya meluncur ke Sungai Bebeng, Batang, dan Sungai Krasak sampai sejauh sembilan kilometer. Selama letusan terdengar suara gemuruh dari puncak gunung. Hujan abu dilaporkan sampai wilayah Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Muntilan dan sebagian Kabupaten Magelang (Jawa Tengah). Kombinasi antara aliran material awan panas dan lahar menghancurkan Desa Nganggrung yang terletak 12 kilometer dari puncak gunung. Tercatat timbunan material vulkanik hasil letusan 1969 sekitar 4,9 juta meter kubik. Kawah yang terbentuk dari proses letusan 1961 sampai letusan 1969 merupakan kawah utama Merapi yang dibatasi lava 57 (kubah lava hasil letusan 1957) sisi utara dan Gegerbuaya bagian selatan. Sebagaimana letusan 1967, letusan Januari 1969 juga diawali dari pertumbuhan kubah lava. Pertumbuhannya dimulai pada Oktober 1968. Pada 7 Januari 1969, atau satu hari sebelum letusan, gejalanya dimulai dengan munculnya awan panas berulangkali. Waktu itu hampir tiap menit terjadi awan panas. Kemudian pada sore harinya Merapi tampak tenang. Tetapi, tidak lama kemudian terdengar suara gemuruh di puncaknya. Sekitar dua jam menjelang letusan, suara gemuruh semakin keras, hingga akhirnya terjadilah letusan. Catatan penting dari sudut kegempaan menjelang letusan 8 Januari 1969, jumlah gempa vulkanik mulai meningkat pesat pada 18 Desember 1968, atau sekitar 20 hari sebelum gunung itu meletus. Peningkatannya mendadak, yang semula hanya sekitar kurang dari 10 gempa per hari, menjadi lebih dari seribu gempa per hari. Gejala singkat menjelang letusan yakni terjadi tremor pada sore hari 7 Januari 1969. Tremor semakin menunjukkan amplitudo yang kuat pada pukul 01.30 WIB tanggal 8 Januari 1969, atau sekitar setengah jam menjelang letusan. Merapi kembali meletus pada Juni 1984, 10 Oktober 1986, Februari 1992, tanggal 22 November 1994, Januari 1997, Juli 1998 dan Februari 2001. Letusan 22 November 1994 menewaskan 66 orang akibat terjangan awanpanas dan terlanda material vulkanik lainnya. Korban tewas sebagian besar warga Dusun Turgo dan Kaliurang di kawasan selatan kaki Merapi wilayah Kabupaten Sleman, DIY. Selain korban tewas sebanyak itu, korban luka bakar mencapai belasan orang.(*)

Oleh Oleh Masduki Atamami
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006