Biak (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebut ingin agar Biak menjadi contoh daerah penghasil ikan tuna tujuan ekspor.

"Nanti (Biak) jadi model dan wilayah seperti ini sudah kita hitung berapa pertumbuhan ekonominya," kata Sakti Wahyu Trenggono di Pelabuhan Pelindo IV, kota Biak, kabupaten Biak Numfor di provinsi Papua, Jumat (2/12/2022).

Ia menyampaikan hal tersebut saat mendampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin melepas ekspor 1,4 ton ikan tuna segar jenis sirip kuning asal Biak dengan tujuan Jepang.

"Kami sudah buat zona-zona, kita bagi 6 zona, zona 1 di Natuna, zona 2 di Manado-Biak, zona 3 Arafura hingga Selatan, zona 4 dari Kupang sampai Aceh itu (tuna) 'blue fin' semua, zona 5 di Selat Malaka, zona 6 di Laut Jawa, Kalimantan Sulawesi. Setiap zona kita sudah dapat hitungannya dan yang paling besar itu zona 3, zona 2. Zona 3 itu kira-kira 2 juta ton ikan, paling sering itu di daerah Arafura," ungkap Trenggono.

Menurut dia, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga menghitung berapa ribu nelayan yang beroperasi di masing-masing zona.

"Dan akan kami berikan basis kuota, dengan demikian yang ambil ikan harus ambil di situ, tidak boleh dari Jawa ke sini lalu bawa lagi ke Jawa, jadi ada pertumbuhan di masing-masing zona itu," tambah Trenggono.

Selain ikan hasil tangkapan, Trenggono menyebut kementeriannya sedang mengembangkan budidaya rumput laut.

"Rumput laut ke depan bisa seperti nikel, saat ini ekspornya masih 'raw material' nanti kita akan kembangkan bukan lagi 'raw' tapi sudah diproses. Rumput laut ini ada di setiap zona tapi di NTT besar sekali, di sini (Biak) juga bisa," ungkap Trenggono.

Selain ikan tuna dan rumput laut, komoditas lain yang punya potensi adalah kepiting dan udang.

"Udang kami buat kawasan khusus, dan sedang dalam proses pembuatan, itu di daerah Sumba, di sini (Biak), juga saya minta Pak Bupati sediakan lahan untuk kita bangun juga," tambah Trenggono.

Atas rencana tersebut, Wapres Ma'ruf berharap agar dicari lebih banyak investor untuk mendorong budidaya sekaligus pengolahan hasil laut.

Meski tangkapan ikan tuna di Biak dan sekitarnya cukup banyak namun nelayan di kawasan tersebut mengeluhkan rendahnya harga ikan tuna.

"Tuna tapi kendala di kabupaten Biak adalah harganya, harganya lebih rendah dibanding di Papua Barat seperti di Manowakri, Jayapura dan Sorong, di sana harga sudah sampai Rp60ribu per kilogram kalau sudah 'diloin' (dibersihkan), sedangkan kalau gelondongan Rp50 ribu sementara di kabupaten Biak, per kilogram cuma Rp30 ribu," kata salah seorang nelayan Biak, Engel di lokasi tersebut.

Istilah "loin" tuna menunjukkan model potongan produk tuna ekspor. Loin tuna sirip kuning berarti seperempat potongan memanjang ikan Tuna, terdiri atas sisi kiri atas, sisi kiri bawah, sisi kanan atas dan sisi kanan bawah, tidak termasuk kepala, tulang tengah dan ekor ikan.

Engel menjadi salah satu penerima bantuan kapal motor yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) perikanan.

"Dengan (harga) BBM naik semua tambah susah. Kita di lapangan tidak sama, bahkan kadang (harga ikan tuna) bisa turun dari Rp30 ribu kalau berat (seekor) tuna kurang dari 20 kilogram, jadi harga disesuaikan dengan beratnya. Kami di sini tidak seperti tempat lain dengan batas 15 kilogram ke atas harga jadi naik, malah kalau timbangan turun jadi harga makin turun," ungkap Engel.

Engel mengaku ia dan nelayan BIak lainnya biasa menjual ikan tuna ke pasar ikan Biak dan menjualnya kepada pengumpul ikan.
Dua nelayan asal Biak yaitu Simon (kiri) dan Engel (kanan) di Pelabuhan Pelindo IV, kota Biak, kabupaten Biak Numfor di provinsi Papua, Jumat (2/12/2022). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

"Padahal untuk berangkat (menangkap) butuh ongkos Rp3-4 juta. Kita sudah pertanyakan ke dinas, nelayan sudah kasih masukan, sudah bersurat cuma belum dijawab. Kami nelayan kecil minta dinaikkan supaya kami nelayan kecil juga puas," tambah Simon, sesama nelayan.

Padahal ikan tuna segar yang diekspor ke Jepang harganya dapat mencapai Rp150 ribu per kilogram atau lima kali lipat dari harga jual para nelayan.

"Ikan tuna biak kualitas lebih bagus, tapi kita dapat harga per kilonya begitu (rendah), makanya kita kecewa dengan harga, mungkin bisa naik sedikit, bisa cek harga ke nelayan di Jayapura dan Sorong, harganya beda," ungkap Engel.

Sedangkan terkait kendala BBM, baik Simon dan Engel mengaku mengajukan surat untuk membeli BBM harga khusus nelayan.

"Di sini nelayan pakai motor tempel dengan bahan bakar bensin, kadang terkendala juga kalau harga bensin sudah Rp10 ribu per liter karena susah antrenya meski kita ikut prosedur pemerintah daerah yaitu kita nelayan antri minta surat rekomendasi dari dinas perikanan," tambah Engel.

Baca juga: KKP lepas ekspor 25 ton ikan tuna loin ke Thailand

Baca juga: Biak ekspor ikan tuna ke Jepang capai 35 ton

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022