Washington (ANTARA) - Amerika Serikat menyatakan akan meningkatkan rotasi kehadiran pasukan angkatan darat, laut dan udara di Australia, termasuk pesawat pembom dan jet tempur, kata Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, Selasa, di tengah kekhawatiran terhadap ancaman dari China.

Berbicara usai menghadiri acara tahunan AUSMIN (Australia-United States Ministerial Consultation), Austin mengatakan kedua negara juga setuju "mengundang Jepang untuk bergabung dalam inisiatif pertahanan mereka di Australia."

Dia tidak memerinci kapan peningkatan rotasi itu akan dilakukan, atau berapa banyak pasukan, kapal, dan pesawat yang akan dilibatkan. Dia juga tidak menjelaskan mengapa pengumuman itu berbeda dari pernyataan serupa lebih dari setahun lalu.

"Amerika Serikat dan Australia berbagi visi tentang kawasan, di mana negara-negara dapat menentukan masa depan mereka sendiri," katanya dalam konferensi pers bersama dengan mitranya dari Australia.

“Sayangnya, visi itu mendapat ancaman sekarang. Tindakan berbahaya dan koersif China di seluruh Indo-Pasifik, termasuk di sekitar Taiwan, dan terhadap negara-negara pulau di Pasifik serta di Laut China Timur dan Selatan, mengancam perdamaian dan stabilitas kawasan,” katanya.

Washington menganggap Canberra sebagai mitra penting dalam upaya melawan pengaruh China di Indo-Pasifik. Para analis mengatakan Australia dapat memiliki peran logistik penting untuk membela Taiwan dalam melawan setiap langkah Beijing untuk merebut pulau strategis yang diperintah secara mandiri itu.

Wilayah Northern Territory di Australia sudah sering menjadi tuan rumah kolaborasi militer dengan AS. Ribuan marinir AS secara bergantian mengunjungi wilayah itu setiap tahun untuk mengikuti pelatihan dan latihan bersama sejak pemerintahan mantan Presiden Barack Obama.

AS berencana mengerahkan hingga enam pesawat pengebom B-52 berkemampuan nuklir ke sebuah pangkalan udara di Australia utara, menurut sumber yang mengetahui masalah tersebut kepada Reuters pada Oktober lalu.

Beberapa saat menjelang pembicaraan AUSMIN tahun lalu, AS, Inggris, dan Australia membuat perjanjian keamanan, yang dikenal sebagai AUKUS, yang akan memberi Australia teknologi untuk mengerahkan kapal selam bertenaga nuklir.

AS dan Australia mengatakan mereka melakukan diskusi lebih lanjut tentang masalah itu dan Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace akan menghadiri pertemuan tatap muka pertama para menteri AUKUS pada Rabu di Washington.

Pertemuan tersebut dilakukan pada waktu yang sangat penting, ketika para mitra akan memutuskan pada Maret apakah kapal selam itu milik Inggris atau Amerika, dan menetapkan peta jalan untuk armada Australia.

Menhan Australia Richard Marles mengatakan bahwa perjanjian pada Selasa itu akan "menyaksikan peningkatan aktivitas kedua negara di semua sektor" dan mereka juga melihat peningkatan kerja sama pertahanan untuk meningkatkan kapasitas fasilitas di Australia.

"Sangat penting bagi kami untuk menjalin kesepakatan ini dalam hal memberikan keseimbangan di kawasan kami dan melibatkan negara lain di kawasan kami," katanya.

Marles mengatakan dia dan Menteri Luar Negeri Penny Wong akan mengadakan pembicaraan 2+2 serupa dengan Jepang di Tokyo akhir pekan ini "dengan membawa undangan kepada Jepang untuk berpartisipasi dalam latihan yang lebih banyak dengan Australia dan Amerika Serikat."

Dia juga mengatakan AS dan Australia telah mengambil langkah-langkah pada Selasa "untuk menciptakan basis industri pertahanan yang lebih berkelanjutan" dan mereka juga perlu bekerja sama lebih erat "untuk meningkatkan kemampuan militer mereka dan mengembangkan teknologi baru."

Koordinator Gedung Putih untuk wilayah tersebut, Kurt Campbell, mengatakan pada awal tahun ini bahwa "ke depan, semua yang mereka lakukan sebagai konsekuensi di Indo-Pasifik, akan dilakukan dengan Australia."

China adalah mitra dagang terbesar dan pasar terbesar ekspor bijih besi Australia, tetapi Canberra semakin khawatir dengan ambisi militer Beijing di kawasan Indo-Pasifik, terutama setelah negara itu mencapai pakta keamanan dengan Kepulauan Solomon, tetangga Australia tahun ini.

Pertemuan antara Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan Presiden China Xi Jinping bulan lalu di KTT G20 merupakan langkah menuju normalisasi hubungan, tetapi diplomat Australia mengatakan hal itu tidak akan membawa perubahan dalam kebijakan pertahanan Canberra.

Sumber: Reuters

Baca juga: NASA akan luncurkan roket dari Australia Utara untuk studi ilmiah
Baca juga: AS, Jepang, India, Australia bahas peningkatan kerja sama
Baca juga: Rusia: Kemitraan Inggris, AS, Australia tak kuatkan stabilitas kawasan

Penerjemah: Atman Ahdiat
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022