KPK siap menjawab permohonan praperadilan tersebut diajukan tersangka Hakim Agung GS.
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap permohonan praperadilan yang diajukan tersangka Hakim Agung Gazalba Saleh (GS) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ditolak hakim.

"Harapan kami praperadilan ke depan akan ditolak," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, terkait dengan penahanan Hakim Agung GS.

GS mengajukan praperadilan atas penetapan yang bersangkutan sebagai tersangka oleh KPK dalam pengembangan kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).

Namun, Johanis juga mengatakan bahwa permohonan praperadilan merupakan hak dari setiap tersangka.

"Kalau misalnya tersangka merasa bahwa dia mempunyai hak untuk mengajukan praperadilan terkait dengan penetapan dia sebagai tersangka, itu adalah hak dia. Dia mau melakukan atau tidak itu hak dia," kata Johanis.

KPK pun tidak mempermasalahkan GS telah mengajukan praperadilan. Dalam hal ini, KPK siap menjawab permohonan praperadilan tersebut.

"Ketika dia melakukan hal itu, kami pun dari KPK akan menjawab semua proses-proses yang ada di praperadilan," ujar dia.

Baca juga: KY segera memeriksa etik Hakim Agung Gazalba Saleh
Baca juga: KPK menahan Hakim Agung Gazalba Saleh


Sebelum ditahan KPK, GS telah mendaftarkan permohonan praperadilan pada hari Jumat (25/11) dengan klasifikasi perkara sah atau tidak tidaknya penetapan tersangka.

Permohonan praperadilan itu terdaftar dengan nomor perkara 110/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL. Sidang perdana dijadwalkan digelar pada hari Senin (12/12).

Dalam petitum permohonan, GS meminta hakim mengabulkan permohonan praperadilan untuk seluruhnya.

Berikutnya, menyatakan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan KPK Nomor: B/714/DIK.00/23/11/2022 tanggal 1 November 2022 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka terkait dengan peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dan/atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat.

Selanjutnya, menyatakan penetapan tersangka sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.

"Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri pemohon oleh termohon. Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya," demikian sebagaimana dikutip dalam petitum.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022