Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad menyatakan pengesahan pasal terkait minuman dan bahan memabukkan serta perzinahan di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah tepat.

"Pasal itu sudah benar, kalau ditinjau dari konteks keindonesiaan, agamis hingga ideologis pancasila," katanya dihubungi di Jakarta, Senin.

Menurut dia, dimasukannya pasal-pasal itu sudah melalui berbagai pertimbangan yang matang diantaranya nilai-nilai kearifan lokal dan peradaban yang tinggi.

"Tidak boleh orang mabuk, berzina hingga 'kumpul kebo'," ujarnya.

Terkait masih ada beberapa pihak yang mengkritisi adanya pasal itu, menurut dia, itu hanya sebatas perbedaan sudut pandang dalam melihat situasi kekinian.

"Itulah dinamika hukum yang perlu saling menghargai," katanya menegaskan.

Bagi dia, semua pihak juga harus menghargai pemerintah dan DPR yang sudah mengesahkan KUHP sesuai dengan tugas dan kewenangan mereka.

Selain itu, dalam penerapan pasal itu nantinya sudah dibentengi dengan penerapan delik aduan. Sehingga meminimalisir terjadinya kriminalisasi.

"Dengan delik aduan menjadi salah satu proteksi untuk mencegah kriminalisasi," katanya.

Adapun Pasal 424 KUHP berdasarkan naskah per 6 Desember 2022.

Pasal 424 KUHP

(1) Setiap Orang yang menjual atau memberi minuman atau bahan yang memabukkan kepada orang yang sedang dalam keadaan mabuk, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

(2) Setiap Orang yang menjual atau memberi minuman atau bahan yang memabukkan kepada Anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

(3) Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seseorang meminum atau memakai bahan yang memabukkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

(4) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3):

a. mengakibatkan Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV; atau

b. mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.

(5) Jika pelaku Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan pekerjaannya maka dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.

Pasal 411 KUHP

(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan.

b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Pasal 412 KUHP

(1) Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

(2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau

b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Pewarta: Fauzi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022