Parpol dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Perma 13 bisa dikualifikasi sebagai sebuah korporasi.
Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Al Azhar Prof. Suparji Ahmad optimistis Kejaksaan Agung akan melanjutkan penanganan perkara korupsi BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan menyasar pihak korporasi.

Menurut Suparji, Kejaksaan Agung di bawah kepemimpinan Prof. Burhanuddin tidak ragu-ragu dalam hal menyelidiki dan menetapkan tersangka serta membawa menjadi terdakwa di persidangan dengan catatan memang ada bukti dan ada unsur pidana.

"Saya kira Kejaksaan Agung tidak ragu-ragu," kata Suparji memaparkan tanggapannya terhadap hasil survei Indikator Politik Indonesia bertajuk Tingkat Kepercayaan Publik terhadap Lembaga Penegak Hukum dan Politik secara daring di Jakarta, Selasa.

Berdasarkan temuan nasional yang dirilis Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia, sekitar 20,5 persen publik tahu kasus korupsi BTS di Kominfo hingga saat ini masih ditangani oleh Kejaksaan Agung.

Namun, tingkat kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Agung mampu menuntaskan kasus ini mengalami penurunan, yakni 68,1 persen (periode 23 November sampai dengan 1 Desember 2023) jika dibanding survei sebelumnya (periode 27 Oktober s.d. 1 November 2023) di angka 77, 3 persen.

Menurut Suparji, kasus BTS supaya tuntas perlu membangun kepercayaan masyarakat, pendalaman dan pengembangan apakah bisa dikenakan turut serta, aktor intelektual, pihak yang membantu, dan menempatkan korporasi sebagai pelaku tindak pidana, seperti yang dilakukan Kejaksaan Agung dalam kasus minyak goreng.

"Yang menarik, yang ditunggu adalah kemungkinan perkembangan korporasi ini kepada partai politik," ujar Suparji.

Guru besar ilmu hukum Universitas Al Azhar itu berpandangan kasus BTS menjadi menarik bila Kejaksaan Agung bisa menyasar partai politik.

Hal itu karena dalam pengusutan kasus BTS 4G, selain melibatkan mantan menteri, juga ada nama menteri yang terseret dan sudah mengembalikan uang kepada penyidik, termasuk pihak-pihak lain yang terlibat, salah satunya pegawai BPK.

Baca juga: Kejagung buka opsi pengembangan kasus baru dalam perkara BTS Kominfo
Baca juga: Eks Dirut BAKTI Kominfo divonis 18 tahun penjara kasus korupsi BTS 4G


Menurut Suparji, memungkinkan mendalami keterlibatan parpol dalam kasus BTS 4G berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.

"Yang menjadi tantangan Kejaksaan Agung adalah untuk menjerat pelaku korporasi, mungkin saja parpol, karena parpol dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Perma 13 bisa dikualifikasi sebagai sebuah korporasi," ujarnya.

Kasus BTS 4G Kominfo, kata Suparji, sebagai pengalaman yang menarik dan monumental bisa meningkatkan kepercayaan publik kepada Kejaksaan Agung, seperti ketika Kejaksaan Agung berani menuntut hukuman mati terhadap koruptor.

Pendiri sekaligus Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menjelaskan bahwa pada bulan Oktober 2023 tingkat pengetahuan publik terhadap kasus BTS 4G meskipun mayoritas tahu, tingkat kepercayaan publik pada penanganan kasus BTS juga menurun.

"Yang kurang percaya meningkat meskipun keseluruhan tingkat kepercayaan meningkat," ujarnya.

Burhanuddin memberikan masukan agar apa yang sudah dilakukan atau sedang dilakukan terkait dengan penanganan tindak pidana korupsi, kasus BTS yang menjerat banyak pihak, oknum BPK, hingga menteri, yang mungkin membuat tingkat kepercayaan publik terhadap penanganan kasus ini kurang karena tidak ada peningkatan dalam penanganan kasus BTS.

"Di antara publik yang tahu kasus ini, mengikuti kasus ini, percaya bahwa oknum BPK itu menerima dana," kata Burhanuddin.

Untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap Kejaksaan Agung, kata Burhanuddin, Kejaksaan Agung menuntut secara jujur, bijaksana dan adil, menegakkan keadilan tanpa pandang bulu, lebih adil, bekerja lebih baik lagi, tidak jual beli kasus, suap, transparan, tega, dan mengusut perkara secara tuntas.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024