merancang skema atau menghasilkan skema insentif untuk stok yang selain sawit
Jakarta (ANTARA) - Direktur eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Nadia Hadad mengatakan ikut mendorong urgensi diversifikasi bahan bakar nabati (BBN) non-food (bukan makanan) yang tidak membutuhkan ekspansi lahan untuk penggunaan energi biodiesel.

“Melalui beberapa kajian Madani sebelumnya bersama dengan teman-teman lain juga menunjukkan bahwa banyak potensi bahan bakar atau fit stok yang bisa digunakan walaupun mungkin belum dalam skala nasional tapi bisa dalam skala lokal,” ucap Nadia alam diskusi mengenai Urgensi Diversifikasi Bahan Baku untuk Bahan Bakar Nabati di Indonesia yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Bahan baku BBN yang sudah dilakukan kajian oleh Yayasan Madani antara lain tongkol jagung, ampas kopi dan eceng gondok. Namun beberapa bahan baku ini masih hanya sebatas pemakaian lokal.

Yayasan Madani mendorong diversifikasi fit stok yang tidak hanya mengandalkan sawit karena Indonesia merupakan negara yang kaya dan sangat beragam dengan kekayaan alam sehingga bahan bakar nabati selain sawit wajib didorong untuk dikembangkan.

Baca juga: Periset: Indonesia perlu melakukan diversifikasi bahan bakar nabati
Baca juga: Pemerintah buat proyek percontohan campur Pertamax dengan bioetanol

Nadia mengatakan masalah bahan baku nabati menjadi sesuatu yang darurat dan potensial mengingat Indonesia juga sedang menghadapi krisis iklim dan usaha untuk menggantikan bahan bakar fosil. Tahun 2021, bahan bakar nabati (BBN) sudah menyumbang 36 persen dari 12 persen total bauran energi terbarukan di Indonesia, namun 95 persennya masih didapat dari bahan bakar dasar sawit.

Namun, Nadia mengatakan hambatan yang sedang dialami adalah belum terbuktinya nilai ekonomi dari bahan bakar nabati selain sawit dan belum ada skema insentif yang bisa mendorong supaya bahan bakar tersebut bisa berkembang.

“Itu juga menjadi salah satu yang Madani lakukan adalah untuk bersama beberapa ahli untuk merancang skema atau menghasilkan skema insentif untuk stok yang selain sawit,” ucapnya.

Baca juga: Riset: Bahan bakar nabati salah satu strategi kurangi emisi karbon
Baca juga: Pemprov Babel bebaskan bea balik nama kendaraan listrik

Nadia mengatakan, penggunaan sawit sebagai bahan bakar nabati dikhawatirkan bisa menjadi ancaman berkelanjutan bagi sektor lahan meskipun memang berkontribusi pada sektor energi. Ia berharap ada koordinasi sinergi dari berbagai kebijakan yang sudah ada di Indonesia untuk sektor energi, lahan, dan pertanian.

“Kita mendorong pemerintah untuk bisa memenuhi target iklim yang sudah jadi komitmen kita dan juga mendorong pemerintah untuk menerapkan dan mengimplementasikan sebagaimana sebaik-baiknya segala macam kebijakan terkait dengan tata kelola hutan dan lahan,” ucap Nadia.

​​​​​​Ia bersama Yayasan Madani berharap dapat berkontribusi memikirkan sinergitas antara strategi atau kebijakan di sektor hutan dan lahan yang bisa bersinergi dengan sektor energi agar kebijakan penggunaan energi bahan bakar nabati bisa berlanjut tanpa merusak lahan.

“Harapan kita supaya bisa ikut berkontribusi memikirkan cara bagaimana terjadi sinergitas antara strategi atau kebijakan di sektor hutan dan lahan yang bisa bersinergi dengan sektor energi dan juga mungkin sektor lainnya, kita mencari solusi-solusi bersama karena memang itu peran Madani,” ucapnya.

Baca juga: BPDPKS sebut kebutuhan dana insentif biodiesel pada 2021 masih tinggi
Baca juga: ESDM: 25 persen dari target EBT bersumber dari bahan bakar nabati

 

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022