Jakarta (ANTARA News) - Indonesia membutuhkan percepatan eksploitasi ladang gas baru guna mengantisipasi ancaman defisit gas pada 2010 dan 2015, mengingat kebutuhan gas meningkat sebesar 56,83 persen pada 2015 dengan pertumbuhan permintaan rata-rata sebesar 5,86 persen per tahun. Hal itu dikemukakan Dirjen Industri Agro dan Kimia (IAK) Deperin Benny Wahyudi pada saat pemaparan draft awal Master Plan (rencana induk) Kebutuhan Gas Bumi untuk Sektor Industri, di Jakarta, Kamis. "Untuk memenuhi kebutuhan gas bumi, maka perlu dilakukan percepatan eksploitasi cadangan gas bumi dan eksplorasi cadangan potensial di NAD, Sumut, Sumsel, Jatim, Kaltim, Natuna, dan Irjabar, serta tidak dilakukan perpanjangan kontrak ekspor," ujar Benny. Selama ini, lanjut dia, sekitar 44,79 persen produksi gas bumi nasional diekspor. Pada 2005 ekspor LNG Indonesia mencapai 26,5 juta metrik ton yang menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor LNG utama di dunia. Ia menjelaskan berdasarkan perhitungan Deperin saat dengan kondisi riil produksi gas dikurangi ekspor, maka pada 2005 telah terjadi defisit gas sebesar 1.362,6 mmscfd akibat pasokan gas hanya sebesar 8.100,9 mmscfd, sedangkan kebutuhan di dalam negeri baik untuk industri, PLN, maupun non industri mencapai 9.462,7 mmscfd. Pada 2010 Deperin memperkirakan kebutuhan mencapai 14.248,3 mmscfd dan pasokan hanya 12.646,4 mmscfd sehingga terjadi defisit 1.601,9 mmscfd. Pada 2015 kebutuhan gas stabil menjadi 14.889,8 mmscfd dan pasokan gas -- tanpa memperhitungkan adanya eksploitasi baru -- hanya sebesar 9.608,7 mmscfd, dan terjadi defisit 5.281,1mmscfd. Menurut Benny, untuk membantu peningkatan daya saing industri harga gas di dalam negeri berada paling tinggi sekitar dua dolar AS. "Harga gas yang relatif rendah dapat mendorong tumbuhnya investasi industri pemakai gas di dalam negeri," katanya. Deperin dalam draft Rencana Induk Kebutuhan Gas Bumi untuk Sektor Industri juga merekomendasikan agar pembangunan gas bumi dipercepat guna menghindari kelangkaan gas di Pulau Jawa yang menjadi sentra industri selama ini. "Kebutuhan gas bumi juga harus diutamakan untuk industri yang menghasilkan nilai tambah tinggi seperti industri amoniak, pupuk urea, methanol, asam asetat, amonium nitrat, asam nitrat, melamin, yang menggunakan gas sebagai bahan baku," katanya. Setelah itu, baru kemudian gas dipasok ke industri yang menjadikan gas sebagai bahan bakar, termasuk di dalamnya PLN. "Jadi ekspor hanya dilakukan apabila terjadi kelebihan pasok dari sumber gas bumi yang berada di daerah terpencil," kata Benny. Deperin juga merekomendasikan agar PLN untuk pengoperasian pembangkit listrik lebih mengutamakan energi alternatif berupa batubara dibanding gas, karena selain cadangan batu bara Indonesia cukup besar, penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik tidak menggangu kualitas listrik yang dihasilkan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006