Bagi Indonesia, pilihan kami jelas. Kita harus merawat semangat demokrasi dan memperkuat dasar-dasar demokratik kita
Jakarta (ANTARA) - Gelaran Bali Democracy Forum kembali diselenggarakan untuk ke-15 kalinya pada Kamis (9-12) di Nusa Dua yang diikuti oleh 323 peserta dari 112 negara dan lima organisasi internasional.

Selama 1,5 dekade terakhir, Indonesia telah konsisten menyuarakan pentingnya mempromosikan demokrasi. Namun pada tahun ini, konsep tersebut menjadi kian relevan terutama ketika dikontraskan dengan situasi geopolitik yang memanas.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan bahwa bagi Indonesia, sebagai negara yang telah menetapkan diri sebagai negara demokrasi, sistem tersebut harus dipastikan dapat membawa manfaat dan hasilnya dapat dirasakan oleh masyarakat. Pasalnya, jika sistem demokrasi tidak dapat dirasakan hasilnya oleh masyarakat, maka akan muncul pertanyaan terkait apakah sistem tersebut memang efektif.

"Saya kira dua contoh dari sisi manajemen pandemi dan dari kinerja ekonomi membuktikan bahwa demokrasi di tengah berbagai tantangan, semua negara menghadapi tantangan, di Indonesia masih delivers," papar Menlu.

Bagi Indonesia, konsistensi dalam mempromosikan demokrasi tak hanya berhenti di penerapan di dalam negeri. "Kalau kita berdemokrasi di dalam negeri, seharusnya kita juga mau berdemokrasi pada saat kita berhadapan dengan dengan negara lain dalam konteks internasional," kata Menlu.

Menurut dia, Indonesia tidak berhadapan dengan negara lain dengan prinsip take it or leave it di mana hanya ada pilihan yang hitam atau putih, karena hal itu tidak mencerminkan praktik demokrasi.

Dia meyakini bahwa jika konsep dari demokrasi dilakukan secara konsisten, baik secara internal maupun eksternal, maka situasi geopolitik akan menjadi lebih baik dibandingkan apa yang tengah berjalan sekarang ini.

Gelaran BDF 2022 mengangkat tema "Democracy in A Changing World: Leadership and Solidarity" yang dianggap relevan dengan situasi dunia saat ini di mana terdapat berbagai tantangan luar biasa yang tengah dihadapi.

Indonesia menganggap diperlukan adanya kepemimpinan kolektif dan solidaritas dunia yang kuat dan efektif guna menghadapi tantangan tersebut.

Dengan menghadirkan dua sesi, yakni sesi satu yang bertema "Fair and Equitable Access for Global Public Goods: Democratic Response", serta sesi kedua yang mengambil tema "Democracy at the Crossroad: Shaping Governance in the New Global Landscape".

Ruang bagi masyarakat sipil

Direktur urusan Asia dan Amerika dari lembaga Westminster Foundation for Democracy Inggris, Matthew Hedges, menganggap bahwa gelaran seperti forum diskusi yang melibatkan masyarakat sipil menjadi proses yang penting dalam membangun kepercayaan terhadap sistem politik tradisional.

Dia mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, kepercayaan terhadap sistem politik telah menurun, namun keterlibatan berbagai generasi justru berbanding terbalik.

“Sehingga menyatukan organisasi non-pemerintah (NGO), aktivis, dan masyarakat sipil (dalam dialog-red) dapat membantu menghadapi kesulitan semacam itu, di mana kita memiliki sistem yang telah dibangun selama beberapa tahun,” ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa dialog dengan komunitas masyarakat sipil dapat membawa dukungan yang besar dari populasi. Hal itu kemudian dapat membawa kembali keberimbangan dalam kepercayaan masyarakat.

Terkait pertemuan Bali Democracy Forum sendiri, Menurut pendiri Synergy Policies Dinna Prapto Raharja, BDF yang telah menjadi agenda tahunan dari Pemerintah Indonesia harus dapat membuka ruang dialog untuk isu-isu yang dianggap menjadi tantangan bagi praktik demokrasi di berbagai negara.

Namun, menurut dia, perlu ada lebih banyak ruang bagi kalangan sipil untuk melakukan diskusi dengan pihak-pihak lain yang turut hadir.

“Observasi saya adalah justru yang muncul adalah keragu-raguannya dari pihak negara, hanya memberikan ruang yang terbatas pada masyarakat sipil untuk berbicara pada forum BDF kali ini,” kata Dinna yang turut menghadiri gelaran tersebut di Bali.

Ia menjelaskan bahwa pada gelaran BDF di tahun-tahun sebelumnya, sesi yang digelar dapat mencapai dua sesi dan para pembicara yang datang dari elemen kelompok masyarakat sipil dapat memiliki ruang untuk berbicara yang lebih luas.

“Itu betul-betul terbatas sekali sebenarnya ruang bicara kali ini. Ini yang kami sayangkan,” ujar Dinna.

Ia pun berharap agar di masa depan, Indonesia dapat lebih menjadi yang terdepan untuk menyadari situasi yang kritis terkait praktik demokrasi. Ruang dialog yang kaya akan masyarakat sipil, lanjutnya, sangat dibutuhkan terutama bagi tataran akar rumput.

Dia juga mengatakan bahwa untuk diplomasi sendiri, isu-isu tersebut butuh untuk dibahas.

“Jika Indonesia berani berbicara terkait hal-hal seperti ini, negara-negara lain pun akan dapat menyadari apa sebenarnya manfaat demokrasi bagi dunia diplomasi,” tambahnya.


Membela demokrasi

Dalam pidato pembukanya, Menlu Retno mengatakan bahwa Indonesia masih menjadi salah satu negara yang mengandalkan sistem demokrasi untuk membawa manfaat bagi masyarakatnya.

Terdapat berbagai tantangan untuk mempertahankan dan membela demokrasi di berbagai tingkat, termasuk sejumlah riset internasional seperti dikutip Menlu RI, yang menunjukkan bahwa praktik demokrasi mengalami kemunduran dan kepercayaan terhadap demokrasi terkikis.

Meski demikian, di tengah pesimisme terhadap demokrasi, Indonesia telah melihat sendiri manfaat dari sistem tersebut, salah satunya adalah dalam dalam upaya menghadapi pandemi COVID-19 dan dampak yang dibawanya.

Menurut dia, prinsip-prinsip solidaritas telah menjadi landasan dari respons pandemi Indonesia.

Ia pun juga meyakini bahwa demokrasi akan memberikan kemampuan untuk menghadapi tahun 2023 yang diproyeksikan akan menjadi tahun yang sulit, dengan perkiraan adanya kenaikan harga pangan dan energi serta resesi yang menghantui.

“Saya tahu bahwa demokrasi tidak sempurna. Namun, pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa ini adalah cara terbaik untuk menjalankan pemerintahan,” kata Menlu.

“Bagi Indonesia, pilihan kami jelas. Kita harus merawat semangat demokrasi dan memperkuat dasar-dasar demokratik kita,” katanya.

BDF pun diharapkan dapat menjadi wadah yang menjadi ruang untuk pertukaran pembangunan kapasitas dan pembicaraan terkait pemerintahan yang baik atau good governance.





 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022