Jayapura, (ANTARA News) - Dua kawasan wisata pantai Kota Jayapura, Papua mengalami abrasi berat akibat gelombang arus pasang Samudera Pasifik, kata Kepala Dinas Pariwisata Kota Jayapura, George Awi di Jayapura, Jumat (5/5). Kawasan pantai yang banyak dikunjungi wisata itu perlu ditangani dengan serius oleh berbagai pihak mengingat karena merupakan salah satu asset wisata pantai dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Jayapura. "Dua kawasan yang mengalami abrasi berat yaitu pantai Hamadi Distrik Jayapura Selatan dan pantai Holtekam, Distrik Muara Tami," katanya. Dia mengakui prihatin melihat kondisi alam dua kawasan pantai itu yang kini semakin berkurang pengunjungnya karena abrasi laut Pasifik. Kawasan Pantai Hamadai sepanjang hampir satu kilometer itu rusak berat. Tepian pantai sangat gersang karena berbagai pepohonan selain ditebang penduduk juga terbawa arus pasang Samudera Pasifik yang sangat deras. Pantai itu semakin menjadi gersang akibat pembabatan pohon bakau untuk pembangunan jalan raya sepanjang satu kilometer menuju Tanjung Hamadi menuju Negara Papua Nugini (PNG). Pembangunan jalan berasapal yang menghabiskan dana miliaran rupiah itu kini berada dalam kondisi retak-retak akibat diterjang gelombang arus pasang Samudera Pasifik. "Apabila instansi terakait dan berbagai komponen masyarakat tidak segera mengambil langkah penanganan seperti penghijauan atau pembuatan tanggul pengaman," katanya. Lebih lanjut Alwi mengatakan, semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat dilarang menebang kayu bakau di kawasan Entrop yang menjadi kawasan penyangga amukan gelombang pasang Samudera Pasifik. Dia juga mengakui bahwa kawasan rekreasi pantai Holtekam di Distrik Muara Tami kini mengalami abrasi berat yang mengakibatkan tanggul penahan pantai rubuh, pepohonan pun tumbang sementara proses pengikisan terus berlanjut ke bagian darat. "Pantai Holtekam yang berada di dekat perbatasan PNG itu kini sepi pengunjung," katanya. Dia juga meminta insan pers agar memberitakan tindakan oknum atau kelompok masyarakat setempat yang menagih uang masuk atau meminta uang dari para pengunjung di dalam lokasi rekreasi itu. "Kami telah menerima berbagai laporan dan keluhan masyarakat pengunjung lokasi rekreasi itu bahwa sekelompok warga melakukan pemungutan liar (pungli). Tulis saja kalau ada keluhan pengunjung yang menjadi korban Pungli masyarakat setempat dengan tarif antara Rp50.000 - Rp100.000. Tindakan ini di luar ketentuan yang berlaku dan menggangu ketertiban umum di lokasi wisata itu," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006