Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri meminta keterangan kepada sejumlah keluarga atau ahli waris korban peristiwa kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan sebanyal 135 orang.

Anggota Tim Hukum Gabungan Aremania (TGA) Anjar Nawan Yusky di Kota Malang, Senin, mengatakan langkah Divpropam meminta keterangan keluarga dan ahli waris korban tragedi Kanjuruhan tersebut dilakukan setelah adanya laporan dari TGA pada 21 November 2022.

"Pemeriksaan dilakukan di Polresta Malang Kota. Sementara ini rencananya dilakukan selama dua hari kepada 20 orang dari pihak keluarga atau ahli waris," kata Anjar.

Baca juga: Pakar: Tidak ada pelanggaran HAM berat dalam Tragedi Kanjuruhan

Anjar menjelaskan pelaksanaan pemeriksaan terhadap 20 orang keluarga dan ahli waris korban tragedi Kanjuruhan itu dilakukan pada 19 dan 20 Desember 2022. Pada pemeriksaan Senin (19/12), dilakukan terhadap sembilan orang dari pihak keluarga dan ahli waris korban.

Pada Selasa (20/12), rencananya dilakukan pemeriksaan terhadap 11 orang dari pihak keluarga dan ahli waris tragedi Kanjuruhan. Pada pemeriksaan hari ini, ada sejumlah pertanyaan yang dilayangkan oleh pihak penyidik.

"Terkait materi aduan, berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik dalam proses pengamanan (di Stadion Kanjuruhan) dan juga penggunaan gas air mata pada peristiwa tersebut," ujarnya.

Baca juga: PDFI ungkap hasil autopsi korban Tragedi Kanjuruhan

Ia menambahkan TGA Aremania menduga ada penggunaan kekerasan yang berlebihan dan penggunaan kekuatan pihak kepolisian di luar prosedur standard. Oleh karena itu, ia bersama pihak keluarga dan ahli waris tragedi Kanjuruhan melayangkan aduan tersebut.

"Kami menduga ada penggunaan kekerasan yang berlebih, ada penggunaan kekuatan kepolisian di luar prosedur. Untuk itu kami mengujinya melalui laporan dugaan pelanggaran kode etik," katanya.

Sejumlah pertanyaan yang diberikan kepada para keluarga dan ahli waris korban tragedi Kanjuruhan tersebut seputar hubungan kerabat dan pengetahuan terkait peristiwa di Stadion Kanjuruhan pascalaga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya.

"Permintaan keterangan juga kepada pihak keluarga, termasuk penyintas yang malam itu juga berada di Stadion Kanjuruhan," katanya.

Baca juga: Polisi periksa keaslian SPK pembongkaran fasilitas Stadion Kanjuruhan

Dalam kesempatan itu, salah satu keluarga korban tragedi Kanjuruhan yang kehilangan anak dan suami dalam peristiwa tersebut, Elmiyati (33), berharap sosok yang memberikan perintah untuk menembakkan gas air mata ke tribun penonton bisa diproses hukum.

"Harapannya yang memerintahkan untuk menembak ke tribun agar segera ditangkap," ujarnya.

Pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022, terjadi kericuhan usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir 2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kekalahan itu mengakibatkan sejumlah suporter turun dan masuk area lapangan.

Kerusuhan tersebut semakin membesar ketika sejumlah flare dilemparkan, termasuk benda-benda lainnya. Petugas keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter tersebut dan pada akhirnya menggunakan gas air mata.

Akibat kejadian itu, sebanyak 135 orang dilaporkan meninggal dunia akibat patah tulang, trauma di kepala dan leher dan asfiksia atau kadar oksigen dalam tubuh berkurang. Selain itu, dilaporkan juga ada ratusan orang yang mengalami luka ringan dan luka berat.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022