Singapura (ANTARA) - Harga minyak naik di perdagangan Asia pada Senin sore, karena prospek pemulihan permintaan yang didorong oleh pelonggaran pembatasan COVID-19 China dan keputusan Amerika Serikat untuk membeli kembali minyak untuk cadangan negaranya, mengatasi kekhawatiran resesi global.

Minyak mentah berjangka Brent terangkat 42 sen atau 0,5 persen, menjadi diperdagangkan di 79,46 dolar AS per barel pada pukul 07.53 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS diperdagangkan di 74,67 dolar AS, terdongkrak 38 sen atau 0,5 persen.

Kedua harga acuan anjlok lebih dari dua dolar AS per barel Jumat lalu (16/12/2022), menyusul pernyataan hawkish dari bank sentral AS dan Bank Sentral Eropa terkait kenaikan suku bunga yang memicu kekhawatiran kemungkinan resesi.

China, importir minyak mentah terbesar dunia dan konsumen minyak nomor dua dunia mengalami gelombang pertama dari tiga gelombang kasus COVID-19 yang diperkirakan setelah Beijing melonggarkan pembatasan mobilitas.

"Meskipun ada lonjakan kasus COVID, optimisme pembukaan kembali dan kebijakan akomodatif meningkatkan prospek permintaan minyak," kata analis CMC Markets, Tina Teng.

Penghentian tiba-tiba China untuk kebijakan "nol dinamis" COVID menghidupkan kembali sektor penerbangannya yang sedang sakit, dengan rata-rata permintaan bahan bakar jet melonjak sebesar 75 persen, atau hampir 170.000 barel per hari, dalam dua minggu, menurut perusahaan data satelit Kayrros.

Pada Jumat (16/12/2022), gerai berita Caixin melaporkan bahwa China berencana untuk meningkatkan penerbangan dengan tujuan untuk memulihkan volume penerbangan penumpang harian rata-rata negara tersebut menjadi 70 persen dari level 2019 pada 6 Januari.

"Pasar akan fokus pada kemajuan dimulainya kembali permintaan di China...pandangan umum positif tetapi jalur pemulihan bisa lambat dan bergelombang mengingat situasi COVID yang parah dalam waktu dekat," kata analis dari Haitong Futures.

China juga berjanji untuk fokus pada menstabilkan ekonominya yang bernilai 17 triliun dolar AS pada tahun 2023 dan meningkatkan penyesuaian kebijakan untuk memastikan target utama tercapai, kata para pemimpin puncak dan pembuat kebijakan pada pertemuan dua hari tertutup untuk memetakan arah ekonomi tahun depan.

"Alat utama untuk pertumbuhan adalah stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang stabil. Kami perkirakan akan ada defisit fiskal sekitar 8,0 persen dari PDB tahun depan," kata Iris Pang, kepala ekonom China di ING Bank.

Analis dari Morgan Stanley percaya peningkatan mobilitas yang lebih cepat dan lebih tajam menyiratkan rebound yang lebih kuat dalam pertumbuhan PDB yang dimulai pada awal kuartal kedua tahun 2023.

"Mengingat rebound yang lebih cepat dalam aktivitas ekonomi, dipertahankan pada level yang lebih tinggi lebih lama, kami sekarang menaikkan perkiraan pertumbuhan PDB 2023 kami dari 5,0 persen menjadi 5,4 persen, bahkan lebih tinggi dari ekspektasi konsensus 4,8 persen," kata mereka dalam sebuah catatan pada Senin.

Pengumuman oleh Departemen Energi AS pada Jumat (16/12/2022) bahwa mereka akan mulai membeli kembali minyak mentah untuk Cadangan Minyak Strategis (SPR) untuk pengiriman pada Februari tahun depan juga mendukung prospek harga yang lebih kuat.

Ini akan menjadi pembelian pertama Amerika Serikat sejak rekor pelepasan 180 juta barel tahun ini dari persediaannya.

Baca juga: Minyak naik di sesi Asia didorong optimisme pulihnya permintaan China

Baca juga: Harga minyak jatuh sekitar 2 dolar, dipicu kekhawatiran resesi

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2022