Gaza (ANTARA News) - Serangan udara Israel menewaskan lima orang Palestina, Jumat, di sebuah kamp pelatihan yang digunakan oleh gerilyawan di Jalur Gaza, membuat prospek perdamaian di kawasan itu semakin suram. Militer Israel menyatakan, serangan itu ditujukan pada sebuah kamp yang digunakan oleh Komite Perlawanan Rakyat (PRC), sebuah kelompok pejuang garis keras yang seringkali menembakkan roket rakitan ke Israel. "Serangan udara dilakukan terhadap sebuah kompleks pelatihan PRC ketika `teroris` sedang berlatih di sana," kata seorang jurubicara militer Israel. Pasukan Israel akhir-akhir ini meningkatkan serangan udara terhadap gerilyawan, dan juga tembakan artileri ke arah apa yang mereka sebut tempat-tempat peluncuran roket yang digunakan oleh pejuang garis keras. Itu merupakan serangan udara pertama sejak pemerintah baru Israel bertugas Kamis di bawah Perdana Menteri (PM) Ehud Olmert. Dengan melepaskan tembakan senapan ke udara di luar kamar mayat, pejuang Palestina berjanji membalas serangan udara Israel tersebut. "Kami akan menanggapi dengan gelombang penembakan roket ke Israel dan permukiman Zionis di dekat Gaza," kata jurubicara PRC Abu Sharif kepada Reuters. Harapan mengenai perdamaian tetap samar sejak kelompok garis keras Hamas memimpin Pemerintah Palestina pada Maret setelah mengalahkan partai Fatah yang telah lama berkuasa kubu Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam pemilihan umum parlemen pada Januari. Ghazi Hamad, jurubicara kabinet Palestina, mengatakan kepada Reuters, "Kejahatan hari ini (di Gaza) merupakan pesan bersimbah darah yang dikirim oleh Olmert kepada masyarakat internasional." Petugas medis Palestina menyebut salah satu korban tewas itu sebagai Juma Doghmash, saudara Mumtaz Doghmash, seorang komandan PRC yang diburu oleh Israel karena serangan-serangan. Mumtaz Doghmash, yang dianggap sebagai sekutu kuat Hamas, tidak berada di lokasi kejadian ketika serangan udara itu dilancarkan. Abbas tiba di Gaza hari Jumat untuk berunding dengan Perdana Menteri Ismail Haniyeh. Namun, para pejabat mengatakan bahwa pertemuan itu mungkin ditunda sampai Sabtu karena kekerasan tersebut. Abbas diperkirakan akan membujuk Hamas agar menyetujui prakarasa perdamaian Arab 2002, yang akan menawarkan perdamaian kepada Israel sebagai imbalan atas penyerahan wilayah yang direbut dalam perang Timur Tengah 1967. Masalah mengenai tanggung jawab antara kantor Abbas dan pemerintah yang dipimpin Hamas juga menjadi agenda pembicaraan. Hamas telah bersumpah akan menghancurkan Israel dan mengatakan, perundingan dengan Israel hanya akan membuang-buang waktu. Kelompok itu menolak melucuti senjata mereka. Sebelumnya Jumat, Abbas mengadakan pembicaraan dengan Olmert mengenai upaya membangkitkan lagi perundingan perdamaian, kata pembantu senior Abbas, Saeb Erekat. Menurut Erekat, Abbas dan Olmert akan bertemu ketika pemimpin Israel itu kembali dari lawatan ke AS. Seorang pejabat di kantor Olmert membantah pertemuan sudah direncanakan namun mengatakan, kedua pemimpin tersebut telah berbicara. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006