Singapura (ANTARA) - Pada tahun ketika ekuitas India muncul sebagai pemain terbaik di Asia dan negara itu mengambil keuntungan dari perubahan struktural dalam rantai pasokan dari China yang dilanda pandemi, prakiraan pertumbuhan ekonomi yang kuat diperkirakan akan menjaga saham pada pijakan yang kuat.

Indeks Nifty 50 India mencapai rekor tertinggi pada Desember dan naik 5,0 persen tahun ini, bergabung dengan kelompok pasar eksklusif di seluruh dunia yang menguat terlepas dari kenaikan suku bunga dan pertumbuhan yang lebih lambat. Sebaliknya, indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang merosot 19 persen.

Optimisme tahun depan untuk India didorong oleh laba perusahaan-perusahaan yang kuat, ledakan ritel pascapandemi, dan ekonomi yang akan tumbuh sebesar 6,0 persen pada tahun fiskal berikutnya -- yang akan menjadikannya ekonomi utama dengan pertumbuhan tercepat di dunia pada tahun 2023.

Amit Khattar, kepala unit bank investasi Deutsche Bank, mengatakan India mendapat keuntungan dari kepastian seputar kesepakatan besar dan kepercayaan pada agenda reformasi.

"Investor global, sovereign funds (dana negara), dan lembaga lain ingin meningkatkan eksposur ke India dalam portofolio pasar negara berkembang mereka. Pemain swasta yang sangat besar ingin membeli bisnis yang berbeda," kata Khattar, dikutip dari Reuters.

Kinerja saham yang mengalahkan dunia telah membantu India menggandakan bobotnya dalam indeks pasar negara berkembang MSCI menjadi 16 persen dari 2019, tetapi investor luar negeri melewatkan reli lokal.

Investor portofolio asing menjual aset India senilai 18 miliar dolar AS tahun ini, tetapi beralih menjadi pembeli pada November dan Desember.

Sementara kesepakatan M&A (Merger dan Akuisisi) Asia turun ke posisi terendah 8 tahun, India menonjol dengan nilai total kesepakatan melonjak 33 persen pada tahun ini menjadi 164 miliar dolar AS, terutama didorong oleh pembelian 40 miliar dolar AS oleh pemberi pinjaman swasta terbesar di negara itu, HDFC Bank, dari induknya.

India mencatat IPO terbesarnya dengan Life Insurance Corp of India senilai 2,7 miliar dolar AS, menjadikannya perusahaan dengan nilai terbesar kelima meskipun sahamnya telah turun sekitar 20 persen sejak go public pada Mei.

IPO terjadi setelah pemerintah melepas maskapai penerbangan pembawa bendera Air India yang berusia puluhan tahun dan sarat utang ke Tata Sons dengan nilai perusahaan 2,4 miliar dolar AS.

"India akan menjadi salah satu fokus utama di Asia bagi kami dalam mengembangkan eksposur pada tahun 2023," kata Adam Watson, co-head of Asia Pacific di Partners Capital, yang bekerja dengan dana abadi, yayasan, dan lainnya secara global, dan menangani aset senilai 45 miliar dolar AS.

Meskipun beberapa analis menunjukkan valuasi domestik yang tinggi, ahli strategi yang disurvei oleh Reuters bulan lalu memperkirakan pasar saham India akan naik 9,0 persen lagi pada akhir tahun 2023 meskipun ada ekspektasi luas akan perlambatan ekonomi secara bertahap. PDB diproyeksikan tumbuh 6,8 persen hingga 7,0 persen pada tahun fiskal berjalan.

Goldman Sachs mengatakan valuasi pasar saat ini memperkirakan pertumbuhan laba yang superior selama beberapa tahun ke depan, mencatat bahwa aliran asing dapat tetap lemah tahun depan.

Sementara itu, karena Beijing dan Washington tetap terperosok dalam ketegangan perdagangan dan pergeseran rantai pasokan karena gangguan produksi dari kebijakan nol-COVID China, yang baru mulai mereda baru-baru ini, India telah memenangkan bisnis.

Apple mengatakan akan memproduksi iPhone 14 di India, sementara pemasok utama Foxconn berencana melipatgandakan tenaga kerja di pabriknya di India, Reuters melaporkan.

Baca juga: Saham China dibuka lebih tinggi, indeks Shanghai terkerek 0,57 persen
Baca juga: Saham Eropa naik didukung konsumer non-primer dan perusahaan kesehatan
Baca juga: Saham Asia jatuh karena yen melonjak setelah perubahan kebijakan BoJ

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022