Jakarta (ANTARA) - Jimly School of Law and Government (JSLG) menyampaikan sejumlah poin atau isu strategis yang terjadi sepanjang 2022 sebagai catatan evaluasi akhir tahun yang diharapkan menjadi bahan refleksi dan masukan bagi pemerintah.

"Pertama, pergeseran fungsi dan kewenangan lembaga-lembaga negara dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta cabang kekuasaan negara yang lahir dalam undang-undang," kata Direktur Jimly School of Law and Government M Muslih di Jakarta, Jumat.

Muslih mengatakan mencermati dinamika praktik berkonstitusi, penyelenggaraan pemerintahan dan hukum di Indonesia mendorong JSLG melakukan sebuah refleksi dan evaluasi sebagai catatan akhir 2022.

Kedua, isu dan pemikiran penundaan pemilihan umum maupun perpanjangan masa jabatan presiden dinilai JSLG mengganggu kehidupan berdemokrasi, dan bentuk pelanggaran terhadap konstitusi. Termasuk kepentingan-kepentingan pragmatis untuk melakukan amendemen UUD 1945.

Berikutnya, pencopotan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) oleh DPR menunjukkan adanya pelanggaran konstitusi dan perundang-undangan. Pelantikan hakim konstitusi pengganti Aswanto dinilai JSLG menunjukkan pelanggaran konstitusi dan perundang-undangan.

Kemudian, terkait selama 2022 JSLG juga menyoroti soal pelanggaran hak asasi manusia yang masih terus terjadi. Di antaranya pada Januari 2022 terkuak kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat yang melibatkan unsur TNI-Polri.

Selanjutnya, sambung dia, Februari 2022 muncul tindakan kekerasan polisi terhadap warga di Desa Wadas Purworejo Jawa Tengah terkait proyek penambangan batu andesit untuk proyek pembangunan Bendungan Bener.

Isu kelima, hilangnya harapan akses keadilan dalam penegakan HAM atas putusan bebas kasus pelanggaran HAM berat Paniai.

"JSLG juga melihat mahalnya biaya politik, presidential threshold dan permasalahan sumber pendanaan partai politik," kata dia.

JSLG, kata dia, juga menyoroti soal operasi tangkap tangan hakim agung yang juga menyeret oknum pengacara, para pejabat, ASN dan hakim agung di Mahkamah Agung. Hal itu mengindikasikan hukum kian terpuruk, krisis etika dan integritas penegak hukum maupun penyelenggara negara membawa konsekuensi hilangnya kepercayaan publik.

"Mencuatnya beking tambang ilegal dan mafia tanah oleh oknum TNI-Polri yang merupakan permasalahan lama juga tak terselesaikan," kata dia.

Hal tersebut membutuhkan komitmen bersama di antara penegak hukum dan pemerintah melalui pembentukan satgas dari berbagai unsur di bawah tanggung jawab Presiden.

Terkait pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi KUHP, Muslih mengatakan momentum bersejarah. Namun, hal itu tetap perlu dilakukan kajian-kajian akademik atas beberapa pasal yang disebut kontroversial dengan menggunakan sarana konstitusional.

Terakhir, JSLG melihat selama 2022 komunikasi politik di Tanah Air belum begitu mendidik dan mencerahkan publik. Hal itu juga ditandai mencuatnya politik identitas memasuki tahun politik. Hal itu bisa menjadi penyebab polarisasi masyarakat pascapemilu.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022