Palu (ANTARA News) - Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri menangkap lima orang yang dicurigai menjadi kaki-tangan Dr Azahari (Alm) dan Noordin M. Top di kota Tolitoli, Sulawesi Tengah. Mereka yang ditangkap di dua terpisah pada Sabtu petang (6/5) itu yakni Aprianto alias Irwan, Arman alias Haris, Nano, Abdul Muis, dan Asrudin. Informasi dihimpun ANTARA News dari Tolitoli, Ahad, menyebutkan penangkapan yang dilakukan Densus 88 secara mendadak dan tertutup itu, yakni dimulai dengan menciduk Asrudin di sebuah rumah kost di seputaran Pasar Bumi Harapan, Kelurahan Baru. Ihwal kejadiannya, ketika beberapa petugas mengenakan pakaian preman berpura-pura membeli makanan camilan dalam jumlah banyak dengan memesan kepada Asrudin yang sehari-harinya berjualan kripik pisang dan ubikayu. Saat barang tersebut diantar, Asludin langsung dibekuk dan selanjutnya digiring ke sebuah mobil khusus untuk menjalani pemeriksaan. Dari keterangan Asruddin ini, tim Densus 88 kemudian melakukan penggerebekan di sebuah rumah kontrakan di Kelurahan Nalu, pinggiran kota Tolitoli. "Di tempat ini petugas menciduk Aprianto alias Irwan, Arman alias Haris, Nano, dan Abdul Muis, selain menyita dua butir peluru senjata api, CD (Compact Disk), dan beberapa buku berisi masalah jihad," kata sumber yang warga setempat. Ahmad Djafara, Ketua RT 18 RW6 Kelurahan Nalu, yang dihubungi terpisah, membenarkan penangkapan terhadap empat orang pendatang di wilayah kerjanya oleh petugas kepolisian yang katanya berasal dari Mabes Polri. "Kejadiannya kemarin sore," kata dia, dan menambahkan saat dilakukan penangkapan dirinya sempat ditunjukkan beberapa lembar foto yang wajahnya mirip dengan ke empat orang yang ditangkap. Djafara mengakui tidak mengetahui secara pasti nama asli mereka yang ditangkap, kecuali mengatakan keempat pendatang itu sudah lima bulan mengontrak sebuah rumah di Kelurahan Nalu dan pekerjaan sehari-hari mereka adalah menjajakan roti dan kripik di jalanan. "Tidak ada tanda-tanda mereka itu anggota teroris, sebab penampilannya biasa-biasa saja serta berhubungan baik dengan tetangga," tuturnya, seraya menyatakan tiga dari empat orang yang ditangkap tersebut dalam penuturan sehari-harinya menggunakan Bahasa Indonesia dengan logat Jawa (Semarang). Sementara itu, Salma istri dari Asrudin, membantah keras kalau suaminya terlibat dalam jaringan terorisme pimpinan Dr Azahari dan Noordin M. Top. "Tuduhan itu tidak benar," ujarnya, sambil menegaskan kalau suaminya selama ia kenal bertahun-tahun tidak pernah berbuat tindakan kriminal, apalagi terlibat kasus peledakan bom dan penembakan misterius yang pernah terjadi di mana-mana. Namun, Salma mengakui sebelum mereka pindah ke Tolitoli untuk mencari hidup sejak akhir tahun lalu, sebelumnya pernah menetap di Poso dan Palu (ibukota Provinsi Sulteng). Kelima orang yang dicurigai sebagai anggota jaringan terorisme dalam kluster Mantiqi III (Wilayah kerja Jamaah Islamiyah yang meliputi Pulau Sulawesi, Kalimantan Timur dan Utara, serta Filipina Selatan) itu, setelah dilakukan penangkapan langsung digelandang ke dalam mobil khusus dan selanjutnya diberangkatkan ke Palu melalui jalan darat sepanjang 450km. Sejumlah pejabat kepolisian di lingkungan Polda Sulteng dan Polres Tolitoli belum bersedia memberikan keterangan sehubungan dengan penangkapan kelima orang tersebut.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006