Jakarta (ANTARA) - Konsultan Hematologi-Ontologi Prof Zubairi Djoerban meminta pemerintah untuk memperkuat monitoring pada setiap indikator penanganan COVID-19, jika Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akan diberhentikan pada akhir tahun 2022.

“Saya selalu bilang, sesuaikanlah kebijakan dengan kondisi pandemi. Jadi kalau misalnya sekarang PPKM dilepas ya setuju saja, tetapi harus siap-siap untuk dipasang lagi. Tidak bisa dilepas untuk seterusnya,” kata Zubairi usai konferensi pers HIV/AIDS YKIS 2022 di Jakarta, Selasa.

Menanggapi rencana Presiden RI Joko Widodo untuk menghentikan PPKM, Zubairi menyatakan kesetujuannya karena kasus positif Indonesia sudah kembali turun di rata-rata 500 kasus per harinya dengan angka kematian dan keterisian tempat tidur di rumah sakit (BOR) rendah.

Baca juga: Epidemiolog dukung langkah pemerintah akhiri PPKM

Namun, hal tersebut tidak semata-mata menjadikan alasan bagi PPKM beserta protokol kesehatan berhenti dilaksanakan di masa depan. Penguatan monitoring sangat diperlukan karena Indonesia masih berpotensi tinggi mengalami kenaikan kasus positif COVID-19 setelah tahun baru nanti.

Tingginya potensi tersebut disebabkan oleh dikepungnya Indonesia atas tingginya infeksi COVID-19 yang terjadi di negara tetangga se-kawasan Asia seperti China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, dan Australia. Jepang misalnya, Negeri Sakura itu kini melaporkan kasus infeksi mencapai sekitar 1,1 juta per minggunya, China juga melaporkan setidaknya ada 500 ribu kasus yang ditemukan setiap hari.

“Jadi, kalau misalnya terjadi peningkatan kasus baru lagi, rumah sakit terisi lagi, maka PPKM harus diberlakukan lagi,” ucap pendiri Yayasan Lupus Indonesia (YLI) itu.

Baca juga: Epidemiolog Unsoed dukung rencana pemerintah hentikan PPKM

Mantan Ketua Satgas COVID-19 IDI itu menambahkan bahwa belajar dari pengalaman pandemi, terdapat tiga kebijakan penanganan pandemi di dunia yakni seperti di China yang menerapkan zero transmission policy yang pada perjalanannya langsung melakukan pelacakan dan lockdown ketika ditemukan satu kasus.

Kemudian terdapat model kebijakan seperti di Eropa, Amerika, dan Inggris yang melonggarkan warganya untuk memakai masker atau tidak, walaupun dampaknya di beberapa negara terjadi kenaikan kasus yang banyak sekali seperti Amerika, tetapi juga bisa rendah seperti yang terjadi di Inggris.

Sementara kebijakan yang ketiga adalah kombinasi keduanya yakni memberikan kelonggaran untuk menerapkan protokol kesehatan dengan syarat diimbangi oleh monitoring yang kuat seperti Korea Selatan.

Baca juga: Epidemiolog UGM sepakat dengan Presiden Jokowi segera akhiri PPKM

Menurut dia, apapun kebijakan yang diterapkan di sebuah negara tetap tidak dapat terhindar dari penambahan jumlah kasus positif yang tinggi. Akan tetapi hal tersebut dapat ditekan jika setiap kebijakan disesuaikan dengan kondisi pandemi saat itu dan diiringi kerja sama serta kepatuhan yang baik dari semua pihak.

“Jadi kalau untuk Indonesia silakan (hentikan PPKM karena situasi saat ini sedang terkendali). Akan tetapi dengan catatan, harus ada monitor yang ketat oleh pemerintah. Begitu ada tanda-tanda kasus COVID-19 mulai naik, PPKM harus segera dipasang lagi,” ujar pakar kesehatan itu.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022