Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan pendekatan keluarga yang digunakan untuk mengatasi masalah stunting dipadukan dengan delapan fungsi keluarga guna ciptakan keluarga berkualitas.

“Visi BKKBN itu adalah menciptakan keluarga yang berkualitas. Jadi, kita punya teori delapan fungsi keluarga,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Hasto menuturkan bahwa delapan fungsi keluarga itu adalah fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan.

Delapan fungsi tersebut sudah tertuang dalam konsep 3A yakni asah, asih, dan asuh. Saat ini pola asuh menjadi salah satu faktor risiko yang diperhatikan karena dapat mempengaruhi terjadinya stunting pada anak.

Baca juga: BKKBN: Penanganan stunting dorong masyarakat ubah perilaku lebih baik

Pada unsur asah misalnya, keluarga harus mengasah bakat dan pribadi anak melalui peningkatan mutu keagamaan melalui kewajiban ibadah dan mengaji, belajar terkait masalah dalam aspek budaya hingga penggunaan teknologi.

“Anak harus diasah, dengan begitu dia akan mendapatkan ilmu yang banyak. Inilah tugas kita kepada generasi ini, membuat generasi unggul supaya dia berkualitas dengan bekal ilmu yang cukup,” katanya.

Pada konsep asih, keluarga harus memberikan cinta kasih pada anak. Sehingga dapat menjadi keluarga yang penuh kasih, damai dan merekatkan hubungan semua anggota keluarga.

"BKKBN dalam hal ini hadir memberikan kontribusinya dalam pembangunan keluarga, dengan membentuk Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), dan Bina Keluarga Lansia (BKL)," katanya.

Pada unsur asuh, keluarga diharapkan dapat mengayomi dengan memberikan kenyamanan pada anak melalui pembangunan rumah di lingkungan yang bersih dan sehat, diberikan akses pelayanan kesehatan jika sakit hingga belajar di satuan pendidikan.

Baca juga: BKKBN: Kerja keras harus dilakukan guna turunkan prevalensi stunting

Selain melalui delapan fungsi yang dituangkan dalam 3A itu, BKKBN juga memantau percepatan stunting melalui indikator Ibangga atau sebuah indeks pembangunan keluarga yang berkaitan dengan ketenteraman, kemandirian, dan kebahagiaan keluarga.

Hasto menyampaikan bahwa menjadi hal yang penting bagi semua pihak untuk memperhatikan kualitas keluarga. Sebab, sejumlah masalah seperti perceraian dapat menyebabkan anak kurang mendapatkan pola pengasuhan yang optimal, dan memungkinkan untuk menjadi penyebab stunting.

Apalagi sistem di Indonesia banyak memberikan mediasi, setelah gugatan cerai pasangan sudah dibawa ke pengadilan agama. Padahal konflik dalam keluarga itu mungkin sudah panjang sehingga berdampak pada anak merasakan broken home atau memunculkan rasa yang tidak nyaman.

Oleh karena itu, Hasto meminta semua pihak untuk menyadari bahwa masa depan bangsa sangat bergantung pada anak muda yang hidup saat ini. Dengan demikian, para remaja yang kelak menjadi orang tua diharapkan dapat bekerja sama membangun generasi yang sehat, unggul, dan produktif.

Baca juga: BKKBN: Jangan anggap remeh masalah stunting

“Ingat ketika anak-anak menjadi tidak produktif maka masa depan akan suram baik di tingkat keluarga maupun komunitas sekarang. Kalau mau memperbaiki kualitas hidup anda dan keluarga tentu salah satu menyempurnakan ikhtiarnya dengan segenap ilmu dan kemampuan untuk tidak stunting,” ujarnya.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023