Jakarta (ANTARA) - Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) Ahli Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Siti Fathonah mengatakan kerja keras harus dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting nasional, terutama mencapai target bebas tengkes pada 2030.

“Apakah kita bisa mendapatkan Indonesia bebas stunting di tahun 2030. Waktu yang tersisa tinggal dua tahun (untuk capai target prevalensi 14 persen pada 2024, red.). Kerja keras harus kita lakukan,” katanya yang hadir mewakili Sekretaris Utama BKKBN Tavip Agus Rayanto dalam Rapat Koordinasi Teknis Nasional Percepatan Penurunan Stunting yang diadakan secara hybrid di Jakarta, Senin.

Dia mengingatkan permasalahan stunting masih menjadi perhatian pemerintah mengingat angka prevalensi di Indonesia dari tahun ke tahun penurunannya masih tergolong lambat, yaitu masih di bawah dua persen per tahun.

Berdasarkan data SGGI tahun 2021, prevalensi stunting di Indonesia mencapai angka 24,4 persen. Saat ini, pemerintah juga masih menanti data SGGI tahun ini yang dapat menunjukkan angka penurunan stunting yang dapat dicapai Indonesia.

Data terbaru yang nanti dikeluarkan akan menjadi acuan, apakah pemerintah sudah sejalan dengan target yang telah ditetapkan menjadi 14 persen pada tahun 2024.

Baca juga: BKKBN gandeng penyuluh agama di DIY percepat penurunan angka stunting

Siti juga mengingatkan bahwa target nasional prevalensi stunting kurun waktu 2025-2030 juga harus ditetapkan berdasarkan evaluasi pada tahun 2024.

“Kalau mengacu hasil SSGI tahun 2021 yang masih di posisi angka 24,4 persen tentu kita masih jauh untuk mencapai angka 14 persen. Sementara kita hanya punya waktu sekitar dua tahun lagi,” kata Siti.

Dengan terbitnya Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang diikuti dengan Peraturan BKKBN Nomor 12 Tahun 2021, ia mengatakan hal tersebut sebetulnya peringatan sekaligus juga landasan bahwa perlu adanya upaya percepatan.

“Karena di dalam perpres itu juga dikatakan bahwa ini adalah perpres tentang percepatan, artinya ada sesuatu yang harus kita akselerasi,” imbuh dia.

Siti juga mengingatkan bahwa Peraturan BKKBN Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN-PASTI) telah mencakup penjelasan tentang kegiatan prioritas utama, sasaran, indikator, target, hingga penanggung jawab.

Baca juga: Pemkot Tanjungpinang dan BKKBN luncurkan dapur sehat atasi stunting

Sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting, ia mengatakan BKKBN hingga saat ini telah mengupayakan percepatan penurunan stunting di antaranya termasuk pemetaan peran kementerian lembaga dalam percepatan penurunan stunting, telah terbentuk tim percepatan penurunan stunting (TPPS) di tingkat provinsi, kabupaten/kota hingga desa, serta tim pendamping keluarga (TPK).

Pihaknya juga telah membentuk Satgas Percepatan Penurunan Stunting di BKKBN, baik pusat maupun provinsi bahkan hingga kabupaten/kota, yang berfungsi membantu koordinasi, konsultasi, dan fasilitasi TPPS, baik level provinsi maupun kabupaten/kota.

“Namun beban kerja satgas kabupaten/kota saat ini masih sangat berat karena sebagian besar masih ada yang mewakili wilayah kerja sampai dua sampai tiga kabupaten dipegang oleh satu orang technical assistant. Dan ini di 2023, insyaallah sudah akan ada perubahan,” kata Siti.

Baca juga: BKKBN: Ratusan keluarga berisiko stunting ikut terdampak gempa Cianjur
Baca juga: BKKBN berbagi pengalaman kembangkan Program KB dengan utusan Filipina
Baca juga: BKKBN: Audiovisual berbahasa agama mudahkan masyarakat pahami stunting

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2022