Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah perlu hati-hati dalam memberikan izin kepada para pengacara asing, utamanya dari Inggris yang akan dilibatkan berbagai usaha urusan bisnis di Indonesia, karena dikhawatirkan terjadi malpraktik dalam memberikan advokasi hukum nasional. "Meskipun eranya saat ini globalisasi, tidak berarti semua orang dapat masuk ke Indonesia dengan merusak sistem yang ada. Di Inggris dan negara-negara lainnya pun untuk menjadi advokasi di sana tidak dapat orang asing," kata praktisi hukum, Dhaniswara K. Harjono di Jakarta, Rabu. Selama ini para investor asing yang akan melakukan pengembangan dan investasinya ke Indonesia, menggunakan law firm yang ada di Indonesia, karena hanya pengacara Indonesia-lah yang tahu dan memahami hukum-hukum yang harus dilaksanakan atau ditaati oleh para pengusaha itu, katanya. Dhanis mengemukakan hal itu berkaitan dengan adanya permintaan dari Walikota London, Alderman David Brewer yang meminta kepada pemerintah untuk dibolehkannya membawa para pengacara asing untuk mendampingi bisnisnya di Indonesia. Alderman usai menghadiri seminar tentang infrastruktur di Gedung Depkeu, Jakarta, mengatakan bahwa pihaknya akan menemui otoritas keuangan Indonesia, Menko Ekonomi dan Menteri Keuangan yang intinya mendorong diperbolehkannya investor asing untuk melibatkan pengacara internasional, sehingga akan membantu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk bisnis di Indonesia, agar terjadi  pertumbuhan yang berkesinambungan. Pendapat itu juga didukung Dubes Inggris untuk Indonesia, Charles Humphrey, yang mengatakan bahwa jika iklim investasi di Indonesia kondusif, maka pihaknya akan terus mendorong investor Inggris berinvestasi di Indonesia, khususnya di bidang infrastruktur. Menurut Dhaniswara, globalisasi tersebut adalah sebagai sistem dan ideologi yang terus dikembangkan di Eropa, khususnya dari Inggris dan Amerika Serikat (AS). Kedua negara itu, menurut dia, intensitasnya sangat tinggi untuk menyosialisasikannya, karena kedua negara ituah yang paling diuntungkan dalam sistem globalisasi, dan secara infrastruktur sudah siap semuanya. Jika pemerintah membolehkan pengacara asing beroperasi di Indonesia, menurut dia, maka mereka akan mengalir ke sini, dan pada gilirannya para pekerjaan yang sudah dipegang oleh para pengacara di Indonesia akan pindah tangan. "Kita harus akui, banyak pengacara di Indonesia, tetapi kualitasnya masih jauh dibanding dengan pihak asing, karena pengacara asing itu sudah terbiasa belajar dengan sistem Anglo Saxon dan sistem hukum civil law/common law yang sumbernya dari Romawi yang dikembangkan di Belanda, termasuk Indonesia," katanya. Dhanis mengatakan, pemeirntah diminta memberikan ijin kepada para tenaga kerja asing itu sesuai dengan Ketentaun yang ada, seperti Keppres Nomor 75 Tahun 1995 tentang kewajiban tenaga asing memiliki ijin kerja secara terbatas. "Adanya peraturan itu-pun masih banyak dilanggar oleh orang asing itu," katanya. Ia pun menambahkan, "Kita masih ingat putusan Mahkamah Agung soal pembatalan pailit PT Prudential Life Assurance, antara lain karena ada seorang agen dari asing yang bekerja di Indonesia tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Keppres Nomor 5 Tahun 1995." (*)

Copyright © ANTARA 2006