Jakarta (ANTARA) - Pengalaman investasi yang ideal seharusnya meliputi akses mudah ke beragam portofolio aset dan kesempatan untuk memitigasi risiko keuangan.

Berkaca pada kenaikan angka investor pasar modal Indonesia yang mencapai angka 10 juta, lika-liku perjalanan investasi ternyata tidak menyurutkan minat investor ritel di Indonesia dalam jangka waktu panjang.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah investor pasar modal telah menembus 10,16 juta. Pertumbuhan jumlah investor ritel ini masih didominasi oleh investor yang berusia di bawah 30 tahun, yakni sebesar 58,84 persen.

Pertumbuhan jumlah investor ritel yang begitu pesat dapat berdampak positif bagi pasar modal di Tanah Air lantaran selain dapat memberikan stabilitas dan likuiditas di pasar modal, pertumbuhan tersebut juga dapat menjadi shock absorber yang meredam gejolak dan fluktuasi harga saham di saat investor asing memilih untuk menarik dana ke luar negeri dari pasar modal Indonesia.

Sebagaimana diketahui, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia saat ini masih berada di bawah level 7.000, yakni 6.584,45 pada penutupan perdagangan hari ini (11/1). Maka dari itu, diperlukan sinergi dan kolaborasi semua pihak untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini.

Dari segi perkembangan sektor fiskal, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Adi Budiarso menyebutkan tahun 2023 merupakan fase konsolidasi fiskal dan investor ritel menjadi potensi untuk mendorong sektor keuangan lebih inklusif.

Di tahun depan, pertumbuhan ekonomi global dinilai akan cenderung menurun. Beberapa lembaga internasional memproyeksikan ekonomi global hanya akan tumbuh dalam rentang 2 persen hingga 3 persen pada tahun 2023.

Kendati demikian, di tengah anjloknya perekonomian dunia, Indonesia dipercaya akan menjadi mesin pertumbuhan dengan estimasi tingkat pertumbuhan sampai 5 persen dan mendorong pemulihan ekonomi lewat konsolidasi fiskal.

Optimisme ini tentunya tidak terlepas dari semakin berkualitasnya jenis investasi yang dilakukan investor ritel, didorong oleh literasi keuangan yang memadai.

"Tingginya angka investor ritel juga bisa diterjemahkan sebagai dukungan bagi sektor industri untuk menciptakan bisnis yang bukan hanya menghasilkan profit, tetapi berkelanjutan dan berdaya saing," ujar Adi.

Meski begitu, antusiasme investor ritel perlu dibarengi oleh kesadaran melek risiko finansial yang tinggi. Di platform multi aset seperti Pluang, Co-Founder Pluang, Claudia Kolonas, mengaku bangga melihat antusiasme para investor ritel yang dapat mendiversifikasi asetnya dalam satu platform sekaligus sesuai resiko instrumen investasinya.

Ketertarikan masyarakat Indonesia untuk berinvestasi pada produk berisiko tinggi sebetulnya tidak masalah jika pengguna melakukan diversifikasi portofolio.

Namun yang penting dipahami oleh para investor yang memilih investasi pada produk beresiko tinggi adalah untuk melakukan diversifikasi dengan mengalokasikan sebagian portofolionya ke kelas aset lain yang relatif lebih stabil, contohnya emas atau reksa dana.

Studi yang dilakukan oleh lembaga riset Center for Economic and Law Studies (CELIOS) bersama Pluang menunjukkan kehadiran aplikasi investasi multi aset yang mengintegrasikan beberapa pilihan instrumen investasi dalam satu aplikasi memudahkan investor untuk memperluas portofolio, mengawasi asetnya, dan membantu perencanaan untuk tujuan jangka panjang.

Mayoritas responden pun setuju bahwa keberadaan aplikasi investasi multi aset berdampak positif terhadap pendapatan investor ritel serta pertumbuhan ekonomi nasional.

Banyaknya penawaran produk di aplikasi investasi multi aset diyakini dapat mendorong diversifikasi portofolio serta peningkatan literasi terkait berbagai macam produk investasi. Mayoritas responden studi ini berumur 18-35 tahun, yang notabene merupakan generasi milenial dan zilenial.

Hasil studi ini juga menemukan bahwa investasi tidak lagi terbatas pada investor bermodal besar, namun dapat dimulai dengan modal yang terjangkau. Tercatat, sebanyak 61 persen responden mengalokasikan kurang dari Rp1 juta dari pendapatan bulanannya untuk berinvestasi.


Pentingnya literasi

Kesuksesan jangka panjang industri bergantung pada cara membangun bisnis yang berkelanjutan. Dengan optimisme di momentum pemulihan ekonomi ini, diyakini akses ke produk investasi bukan hanya menjadi faktor terpenting dalam menghasilkan kekayaan di era transformasi digital, tetapi juga menjadi cara mendorong perekonomian nasional.

Dari sisi regulator lainnya, penting juga untuk memiliki langkah proaktif untuk bersinergi dalam melindungi investor ritel. Hal tersebut menjadi pekerjaan bersama bagi instansi pemerintah terkait dan pelaku industri untuk memastikan praktik investasi yang berkualitas lewat sinergi dan kerja sama dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum di sektor ini.

Dengan mayoritas investor pasar modal yang berusia di bawah 30 tahun, penting bagi para regulator, pelaku bisnis, dan asosiasi seperti Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) untuk mendidik dan mengayomi generasi muda agar mereka lebih sadar akan manfaat dan risiko dari berinvestasi.

Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen, naik dibanding tahun 2019 yang hanya 38,03 persen. Sementara indeks inklusi keuangan tahun ini mencapai 85,10 persen meningkat dibanding periode SNLIK sebelumnya di tahun 2019 yaitu 76,19 persen.

Hal tersebut menunjukkan celah atau gap antara tingkat literasi dan tingkat inklusi semakin menurun, dari 38,16 persen di tahun 2019 menjadi 35,42 persen di tahun 2022.

Hasil SNLIK 2022 menjadi salah satu faktor utama bagi OJK dan pemangku kepentingan lainnya dalam menyusun kebijakan, strategi, dan merancang produk atau layanan keuangan yang sesuai kebutuhan konsumen serta dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Di tahun 2023, fokus OJK untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia tertuang dalam Arah Strategis Literasi Keuangan Tahun 2023 adalah Membangun Literasi Keuangan Masyarakat Desa Melalui Aliansi Strategis dengan Kementerian/Lembaga Terkait, Perangkat Desa dan penggerak PKK Desa, dan Mahasiswa KKN.

Sasaran prioritas literasi keuangan tahun 2023 adalah pelajar/santri, UMKM, penyandang disabilitas dan masyarakat daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal). Sedangkan sasaran prioritas inklusi keuangan tahun 2023 adalah segmen perempuan, pelajar, mahasiswa dan UMKM, masyarakat di wilayah perdesaan, dan sektor jasa keuangan syariah.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023