Makassar (ANTARA) - Aparat kepolisian masih menelusuri adanya jaringan internasional pemasok narkotika dan obat terlarang atau narkoba setelah pengungkapan kasus peredaran sabu-sabu seberat 43,6 kilogram dan ribuan pil ekstasi di Makassar, Sulawesi Selatan, beberapa hari lalu.

"Kita masih mengembangkan, pasti akan diburu jaringan-jaringannya (pemasok narkoba), termasuk dari luar negeri," kata Kepala Kepolisian Daerah Sulsel Inspektur Jenderal Polisi Nana Sudjana saat rilis pengungkapan kasus narkoba di Markas Polrestabes Makassar, Kamis.

Dari interogasi terhadap empat orang tersangka yang berhasil ditangkap masing-masing FN, SA, RC, dan RA, mereka memperoleh narkoba itu dari Surabaya untuk diedarkan ke wilayah Sulawesi. Narkoba tersebut diduga berasal dari Malaysia yang dipasok melalui jalur laut.

Kapolda menjelaskan modus operandi yang dijalankan para kurir ini dengan menaruh barang dalam AC portabel dari Surabaya, lalu dikirim dengan jasa ekspedisi ke Makassar melalui jalur laut ke alamat tersangka.

Selain itu, sistem yang dijalankan menggunakan aplikasi BBM Blackberry dan Threema tanpa bertemu langsung pemasoknya saat proses pengiriman.

Para tersangka yang berperan sebagai kurir memperoleh upah sebesar Rp10 juta dengan pembagian masing-masing FN Rp4,5 juta dan SA Rp5,5 juta. Sedangkan RC dan RA berperan sebagai penjemput dan mengedarkan barang tersebut ke beberapa daerah di Sulawesi.

"Ada empat tersangka lain masuk DPO (daftar pencarian orang), masing-masing berinisial IN berperan menawari pekerjaan kepada tersangka RC dan RA. Kemudian, AM berperan mengirim uang dan akomodasinya. FI dan SM berperan sebagai pengendali operator, penerima dan peredaran narkotika melalui aplikasi BBM Blackberry dan Threema," ungkap Kapolda.

Mantan Kapolda Metro Jaya ini menyebutkan tersangka RC dan RA sudah empat kali menjemput narkoba selama tahun 2022. Pada Mei 2022, tersangka berhasil menjemput 25 bungkus, dilanjutkan pada Agustus sebanyak 28 bungkus, Oktober 20 bungkus, dan terakhir tertangkap 32 bungkus sehingga total ada 105 bungkus.

Setiap bungkusnya berisi sekitar satu kilogram sabu-sabu yang dikemas dalam plastik teh berwarna hijau bertuliskan huruf China untuk menyamarkan narkoba.

Namun demikian, sebagian narkoba tersebut sudah sempat beredar di wilayah Sulsel (Makassar), Sulawesi Tengah (Palu) dan Sulawesi Tenggara (Kendari).
 
Petugas kepolisian bersenjata lengkap mengawal empat tersangka saat rilis pengungkapan kasus narkoba di Markas Polrestabes Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (12/1/2023). ANTARA/Darwin Fatir.


"Jalurnya pengiriman dari laut. Kita selalu koordinasikan dengan Polda Jawa Timur serta Polda Sulteng dan Sultra untuk membongkar jaringan dan sindikatnya," kata Kapolda, menegaskan.

Empat tersangka narkoba itu melanggar pasal 114 ayat 2 subsider pasal 112 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto pasal 55 ayat 1 KUHP dan pasal 62 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun penjara, seumur hidup dan atau hukuman mati.

"Soal penuntutan dan hukuman itu kewenangan jaksa dan hakim, memang 20 tahun sampai ancaman hukuman mati," tutur Irjen Nana.

Pada kesempatan itu, Kepala Satuan Narkoba Polrestabes Makassar Ajun Komisaris Besar Polisi Doli M. Tanjung menambahkan barang bukti yang ditemukan polisi di Makassar sama jenisnya dengan di Surabaya dan Medan.

Ia mengungkapkan ada jaringan internasional yang memasok narkoba ke Indonesia melalui berbagai rute pengiriman dengan sistem terputus.

"Barang-barang ini ada kaitannya dari Malaysia. Modusnya seperti perusahaan, ada manajer, ada bagian operasional dan bagian kendali. Jadi, cara memperoleh upah mereka tiap satu kilo itu berkisar Rp10 juta. Kita monitor terus jalur laut, informasi terakhir dari pelabuhan besar Surabaya ke Makassar melalui jasa ekspedisi," ujarnya.

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2023