Bandung (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat mengusut kasus dugaan korupsi penyimpangan dalam pemberian kredit yang diduga terjadi di lingkungan BPR Intan Jabar, Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang menimbulkan kerugian negara hingga Rp10 miliar.

Asisten Pidana Khusus Kejati Jawa Barat Riyono mengatakan pengusutan itu dilakukan setelah diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Nomor: Print-33/M.2/Fd.1/01/2023.

"Dugaan tindak pidana penyimpangan dalam pemberian kredit itu diduga terjadi dalam rentang waktu 2018 hingga 2021," kata Riyono dalam keterangannya di Bandung, Jawa Barat, Kamis.

Adapun menurutnya proses penyelidikan telah dilakukan sejak Desember 2022. Sejauh ini, kata dia, sudah ada delapan orang saksi yang diperiksa terkait dugaan korupsi tersebut, terdiri dari karyawan hingga pihak lainnya.

Dia menjelaskan, pemegang saham terbesar BPR Intan Jabar adalah Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yakni sebesar 51 persen atau Rp44 miliar.

Kemudian Pemerintah Kabupaten Garut sebesar 39 persen atau senilai Rp34 miliar, dan Bank BJB sebesar 10 persen atau senilai Rp8,8 miliar.

"Namun pada tahun 2021, ketiga pemegang saham tidak mendapatkan deviden atas penyertaan modal tersebut," kata dia.

Selain itu, menurutnya para nasabah juga tidak bisa mengambil tabungan atau depositonya tanpa adanya alasan yang jelas dari BPR Intan Jabar.

"Hasil penyelidikan tim Pidsus Kejaksaan Tinggi Jawa Barat terhadap PT BPR Intan Jabar Kabupaten Garut, ditemukan penyaluran kredit fiktif dan kredit topengan di beberapa cabang PT BPR Intan Jabar Kabupaten Garut," kata Riyono.

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023