Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menangkap dan mengamankan satu pelaku penjual daring bagian satwa dilindungi di Kota Bekasi, Jawa Barat.

Pelaksana Tugas Direktur Pencegahan dan Pengamanan Kementerian LHK Sustyo Iriyono mengatakan pihaknya mengamankan bagian-bagian tubuh macan tutul (Panthera pardus melas) berupa sepasang kaki depan, sepasang kaki belakang, ekor, kulit badan dan kepala, dan satu buah kerapas penyu, serta satu telepon genggam.

"Pengungkapan kasus peredaran tumbuhan dan satwa liar dilindungi ini berawal dari adanya laporan masyarakat tentang penjualan bagian tubuh macan tutul di akun media sosial Facebook. Informasi tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Tim Patroli Siber Ditjen Gakkum KLHK," katanya di Jakarta, Senin.

Setelah melacak dan melakukan profilling akun penjualan di Facebook tersebut, Tim Gakkum LHK melakukan Operasi Peredaran TSL yang Dilindungi Undang-Undang di Provinsi Jawa Barat, dan berhasil mengamankan pelaku berinisial MR (22) yang akan melakukan transaksi penjualan bagian-bagian tubuh macan tutul pada Kamis (12/1), pukul 23.15 WIB.

Kejadian itu di Parkiran Hotel Cibubur Inn Jalan Alternatif Cibubur Nomor 99 RT02/RW08 Jatisampurna, Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Baca juga: BKSDA Wilayah I Bengkulu melepasliarkan ribuan satwa dilindungi

Atas perbuatan itu, pelaku diserahkan kepada Penyidik Balai Gakkum LHK Wilayah Jabarnusra untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Pelaku ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat ancaman pidana penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta. Ia ditahan di Rumah Tahanan Polres Bekasi.

"Kejahatan perdagangan tumbuhan dan satwa liar dilindungi merupakan tindak kejahatan yang luar biasa. Kami telah membentuk Tim Patroli Siber yang bertugas untuk memantau perdagangan tumbuhan dan satwa liar di media sosial untuk menanggulangi peredaran ilegal satwa liar yang dilindungi secara online (daring)," katanya.

Sepanjang 2022, KLHK memantau ada 638 akun dan 1.163 konten satwa liar dilindungi. Hal itu menunjukkan bahwa saat ini modus perdagangan satwa ilegal semakin berkembang dengan menggunakan media sosial, seperti Facebook, Instragram, Tokopedia, Kaskus, dan Youtube.

Media sosial yang paling banyak digunakan oleh pedagang tumbuhan dan satwa liar dilindungi pada 2021 adalah Facebook dengan persentase 97,65 persen.

"Kami telah bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk penutupan akun dan konten yang disinyalir melakukan transaksi perdagangan satwa liar dilindungi," kata Sustyo.

Baca juga: BKSDA lepasliarkan 486 burung hasil sitaan perdagangan ilegal

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani menyatakan pihaknya konsisten dan tidak berhenti menindak pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan.

Gakkum LHK terus mengembangkan berbagai teknologi, seperti Cyber Patrol dan Intelligence Centre untuk penguatan penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan.

"Keberhasilan Gakkum KLHK dalam penindakan kejahatan satwa yang dilindungi adalah berkat dukungan teknologi serta komitmen dan keseriusan KLHK dalam penyelamatan sumber daya alam dan kelestarian tumbuhan dan satwa liar Indonesia," katanya.

Dalam beberapa tahun ini, KLHK telah melakukan 1.864 operasi pencegahan dan pengamanan hutan, 455 di antaranya operasi peredaran tanaman dan satwa liar yang dilindungi undang-undang.

KLHK mengamankan satwa liar sejumlah 219.174 ekor dan 11.870 buah bagian tubuh satwa liar.

"Mengingat pentingnya fungsi satwa yang dilindungi untuk kelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem serta kawasan konservasi, tindakan tegas terhadap pelaku kejahatan satwa ini harus dilakukan. Pelaku harus dihukum seberat- beratnya, agar ada efek jera. Saya sudah perintahkan penyidik untuk mendalami keterlibatan pelakunya lainnya," tegas Rasio Sani.

Baca juga: 88 burung nuri tanimbar dilepas di Hutan Desa Amdasa
Baca juga: Polisi tangkap nelayan perjualbelikan 9 lumba-lumba secara ilegal

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023