Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut tuntas kasus dugaan korupsi proyek pembangunan base transceiver station (BTS) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

"APJII menyayangkan terjadinya dugaan tindak pidana proyek pembangunan BTS yang melibatkan BAKTI Kominfo," kata Ketua Umum APJII Muhammad Arif melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Padahal, lanjut dia, tujuan pembentukan BAKTI Kominfo ialah merencanakan dan melakukan percepatan penyediaan layanan telekomunikasi di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).

Baca juga: Kejagung menetapkan tiga tersangka BAKTI Kominfo

Menurut dia, jika terbukti, perkara tersebut telah mencederai rasa keadilan masyarakat Indonesia khususnya di daerah 3T. APJII berharap penyalahgunaan dana masyarakat dalam proyek pembangunan jaringan telekomunikasi tersebut merupakan yang terakhir kalinya.

Terkait kasus itu, Arif menyinggung Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 1999 Pasal 16 Ayat 1 yang menyebutkan setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.

Pada Ayat 2 dijelaskan kontribusi pelayanan universal tersebut berupa penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau kompensasi lain. Hal senada juga tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Pasal 26 yang menyebutkan kewajiban pelayanan universal dapat berupa penyediaan jaringan dan atau jasa telekomunikasi, kontribusi dalam bentuk komponen biaya interkoneksi atau kontribusi lainnya.

Ia mengatakan selama ini Kominfo memfokuskan kewajiban pelayanan universal pada bentuk kompensasi lainnya yaitu berupa dana universal service obligation (USO) sebesar 1,25 persen dari pendapatan kotor operator. Padahal, filosofi di UU Telekomunikasi adalah memberikan penyediaan jaringan dan atau jasa telekomunikasi.

Jika arah kebijakan berubah dan operator diminta menghidupkan layanan telekomunikasi di daerah USO, APJII menyatakan siap membantu pemerintah mewujudkan kesetaraan akses digital di Tanah Air, jelas Arif.

Presiden Jokowi, lanjutnya, bisa mempertimbangkan skema pendanaan dan pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah 3T. Kemudian, ada baiknya juga pembangunan jaringan telekomunikasi di daerah 3T dikembalikan pada filosofi UU 36 Tahun 1999.

Tujuannya, daripada disalahgunakan lebih baik operator ditugaskan membangun langsung di daerah 3T kemudian diperhitungkan sebagai kontribusi pelayanan universal penyediaan jaringan, atau jasa telekomunikasi karena masih banyak daerah di Indonesia yang membutuhkan layanan telekomunikasi.

"APJII meminta Presiden Joko Widodo dapat meredefinisi ulang kriteria daerah dan skema pembangunannya, tujuannya agar pembangunan dapat dilaksanakan seefektif mungkin," ucap Arif.

Berdasarkan data Kominfo masih ada 12.548 desa di Indonesia yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi. Dari jumlah tersebut, 9.113 desa berada di daerah 3T. Sisanya 3.435 merupakan desa non 3T yang tidak komersial.

Dengan masih banyaknya daerah yang belum mendapatkan akses internet APJII mendesak pemerintah melakukan terobosan membangun jaringan telekomunikasi di daerah 3T.

Baca juga: CBA: Kasus dugaan korupsi BTS pintu masuk audit ulang seluruh proyek
Baca juga: YLKI dukung penegak hukum usut tuntas kasus dugaan korupsi proyek BTS

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2023