Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI Maiyasyak Johan menyatakan prihatin atas penangkapan sejumlah direktur utama (dirut) sejumlah BUMN atas tuduhan korupsi, yang dikhawatirkan disalahgunakan untuk mengganti para dirut BUMN tersebut. "Kalau hal itu terjadi (penyalahgunaan hukum untuk mengganti dirut BUMN) maka hal itu juga tidak berbeda dengan masa Orde Baru yang berkedok Pancasila dan UUD 45 untuk memenjarakan lawan-lawan politiknya," ujar anggota DPR dari Fraksi PPP itu, di Jakarta, Kamis. Ia menilai ada indikasi kuat ke arah penyalahgunaan hukum pemberantasan korupsi untuk mengganti para dirut BUMN. Ia mencontohkan, kasus mantan Dirut Bank Mandiri Neloe yang akhirnya dibebaskan karena alasan tidak terdapat unsur pidananya. Padahal sejak awal sangat jelas belum ditemukan unsur pidananya karena kasus tersebut murni perdata. Tetapi tujuannya jelas hanya untuk mengganti jajaran Direksi Bank Mandiri. Sekarang, lanjut dia, giliran Dirut PLN dinyatakan sebagai tersangka atas tuduhan korupsi di PLTG Borang dan langsung masuk tahanan Mabes Polri. Demikian pula dengan Dirut PT Pupuk Kalimantan Timur yang juga ditahan dengan status tersangka, berdasarkan laporan penyalahgunaan pembelian mobil dinas dan renovasi rumah. "Saya tidak melihat ada unsur pidana dalam kasus PLTG Borang, kalau tuduhannya `mark up` dengan membandingkan harga barang bekas sejenis, itupun harus sangat hati-hati dan harus lebih rinci, terutama menyangkut tahun pembuatan, kondisi mesin, jam operasi, merek dan asal negara produsennya," kata Maiyasyak. Kalau pembuktian ini tidak diungkap polisi secara transparan, lanjutnya, maka unsur "mark up" nya menjadi sumir karena harga barang yang masih baik kondisinya, dibandingkan dengan harga barang sejenis tetapi sudah rongsokan, misalnya. Ia prihatin dan khawatir praktek penyalahgunaan hukum untuk mengganti dirut BUMN terus dipakai sehingga hukum tidak lagi bisa sekedar dibeli seperti yang sudah banyak disinyalir selama ini oleh masyarakat, tetapi sudah jauh lebih parah lagi, hukum sudah menjadi pesanan pihak-pihak tertentu untuk direkayasa. "Semangat pemberantasan korupsi selama pemerintah baru sekarang wajar kalau dinilai tebang pilih, memang kenyataannya begitu dan tidak bisa dipungkiri," katanya. Ia menyoroti kasus-kasus korupsi BLBI dan kasus mega korupsi lainnya yang lebih belum ada tindakan kongkrit.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006