Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) berharap Iran sebagai negara Islam beraliran Syi`ah berperan aktif dalam meredakan konflik antar-mazhab dan aliran Islam, seperti yang terjadi antara lain di Pakistan, dan Irak. "Kalau Iran yang melakukan, akan lebih efektif dan kita harapkan Iran mengembangkan wacana Islam yang produktif misalnya untuk kesejahteraan dan keadilan, jangan cuma mengedepankan simbolisme yang berujung pada perkelahian," kata Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi, di sela-sela persiapan penerimaan kunjungan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis. Hasyim mengatakan, harapan PBNU itu akan disampaikan dalam dialog antara tokoh-tokoh nasional dengan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad yang akan digelar di Kantor PBNU, Jumat (12/5) mulai pukul 09.00 WIB. Pada kesempatan dialog nanti, kata Hasyim, pihaknya akan menjelaskan kepada Presiden Iran, juga segenap undangan yang hadir mengenai posisi NU dalam hubungan lintas mazhab dan aliran, juga dengan negara. "Kita akan jelaskan bagaimana menjalankan agama di negara yang menjamin terlaksananya nilai-nilai agama tanpa membongkar sendi dan sistem negara. Ini pasti asing bagi Iran," katanya. Ahmadinejad dijadwalkan, melakukan dialog dengan jajaran PBNU dan 150 tokoh terkemuka di Indonesia, seperti mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, Mantan Ketua MPR Amien Rais, Mantan Presiden Megawati Sukarnoputri, Mantan Ketua DPR Akbar Tandjung. NU sendiri lanjut Hasyim, sejak beberapa waktu lalu terus mengembangkan Islam yang moderat baik di tingkat nasional maupun internasional. Sebagai contoh, pada 20 Juni mendatang, PBNU akan kembali menggelar Konferensi Internasional Sarjana Islam di Jakarta. Sementara menyangkut langkah Iran mengembangkan teknologi nuklir yang mendapat tentangan keras dari dunia Barat, PBNU tetap berpendapat, setiap negara yang berdaulat mempunyai hak mengembangkan teknologi guna kemaslahatan warganegaranya termasuk teknologi nuklir, sepanjang tidak digunakan untuk kepentingan militer. "Hak ini seharusnya tidak boleh diganggu negara manapun, karena ini menyangkut kedaulatan. Jika untuk kepentungan militer, baru bisa terkena aturan internasional," kata Hasyim, seraya menambahkan Indonesia sebaiknya juga tidak ragu mengembangkan teknologi nuklir misalnya untuk perkapalan maupun pembangkit tenaga listrik. Ditanya apakah dengan sikapnya itu, PBNU tidak mendapat protes dari negara-negara Barat melalui kedutaan besar yang ada di Indonesia, sambil tersenyum Hasyim menyatakan, sejauh ini PBNU belum menerima protes apapun. "Sejauh ini tidak ada protes, kalau `greneng-greneng` (diomongin di belakang), mungkin ya," kata Hasyim sambil tertawa.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006