Jadi yang naik bukan (kasus) kawin di usia dini, tapi karena perubahan batas undang undang,
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan bahwa tingginya angka dispensasi untuk menikah, tidak bisa dijadikan sebuah nilai untuk mengukur tren meningkatnya kasus terjadinya kawin dini dalam masyarakat.

“Perlu saya luruskan kalau kita menilai kawin dini dengan dispensasi itu salah, karena ada perubahan undang-undang. Jadi yang naik bukan (kasus) kawin di usia dini, tapi karena perubahan batas undang undang,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Waktu Indonesia Berencana (WIB) yang disiarkan di Jakarta, Jumat.

Hasto menyatakan bahwa pengukuran jumlah kasus kawin dini yang menggunakan dispensasi menikah tidaklah tepat. Sebab kasus perkawinan dini, sudah banyak terjadi sejak dulu, hanya saja meningkatnya dispensasi untuk menikah baru meningkat semenjak batas usia dalam undang-undang mengalami perubahan.

Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang pernikahan, ditetapkan bahwa batas minimal usia menikah bagi perempuan maupun laki-laki adalah 19 tahun. Undang-undang itu menggantikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menetapkan batas usia diizinkan menikah 16 tahun.

Hasto menjelaskan sebelum adanya undang-undang terbaru, banyak pihak yang berusia di atas 16 tahun tidak membutuhkan dispensasi. Sebab sudah memenuhi batas usia untuk bisa menikah yang ditentukan.

“Karena ada batasnya tadi, jadi semua orang minta dispensasi. Dulu waktu batasnya 16 tahun yang umur 17 atau 18 tahun tidak minta dispensasi untuk menikah. Jadi setelah undang undang berubah bahwa batas pernikahannya menjadi lebih tinggi usianya, yang minta dispensasi jadi lebih banyak,” katanya.

Oleh karenanya, masyarakat tidak bisa menganggap jika pemohon dispensasi meningkat, jumlah kasus perkawinan dini ikut meningkat. Hasto turut mengakui jika pada saat pandemi, jumlah kawin muda mengalami peningkatan. Tetapi sejak pandemi membaik, jumlahnya kembali turun perlahan.

Lebih lanjut Hasto menekankan hal yang seharusnya diperhatikan bukanlah angka dispensasi, melainkan 80 persen orang yang diberikan dispensasi tidak bisa ditolak pengadilan agama karena sudah hamil lebih dulu.

Hal tersebut harus dijadikan keprihatinan bersama karena dapat meningkatkan masalah stunting pada balita, meningkatkan kasus kanker mulut rahim dan menambah Angka Kematian Ibu (AKI) maupun Angka Kematian Bayi (AKB).

“Kalau banyak orang menikah di usia muda, pendidikan kita jadi rendah karena pada umumnya mereka akan putus sekolah. Itu yang jadi keprihatinan kita, kenapa anak-anak kita sudah hamil di bawah usia 20 tahun,” katanya.

Sebelumnya pada tanggal 10 Januari 2023, media sosial digemparkan dengan adanya berita ratusan pelajar SMP hingga SMA di Ponorogo hamil di luar nikah. Banyak di antaranya berani meminta dispensasi untuk melangsungkan pernikahan.

Pada tahun 2021 diketahui jumlah pemohon dispensasi nikah pada tahun 2021 mencapai 266 orang, sementara di tahun 2022 mencapai 191 orang. Bahkan pada minggu pertama di tahun 2023 pemohon mencapai tujuh orang di Pengadilan Agama Ponorogo.


Baca juga: Menteri PPPA: Pemerintah serius tangani pernikahan dini anak
Baca juga: Mekanisme dispensasi kawin diperketat untuk cegah perkawinan anak

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2023