Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengusulkan adanya kolaborasi oleh negara-negara di dunia untuk membangun sistem peringatan dini terkait perubahan iklim, guna menanggulangi ancaman krisis pangan global.   

“Dampak perubahan iklim sudah terasa, maka langkah antisipasi menjadi sangat penting. saya usulkan kita membangun kerja sama antarBadan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika untuk membangun sistem peringatan dini bersama, agar kita memiliki sense of crisis yang sama,” kata Moeldoko.

Hal itu disampaikan Moeldoko dalam sambutannya pada acara peluncuran laporan Asia and the Pacific Regional Overview of Food Security and Nutrition yang diselenggarakan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB secara daring, sebagaimana siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.  

FAO menganggap Indonesia sebagai leading lights yang mampu menjaga ketahanan pangan bagi 275 juta penduduknya di masa pandemi, misalnya dengan kebijakan-kebijakan strategis pemerintah di masa pandemi yang mampu memberikan dampak positif bagi sektor pertanian yang tumbuh di tahun 2020, 2021 dan 2022.

Hal ini juga dibuktikan dengan peningkatan ekspor hasil pertanian sebesar 10.52 persen dari 4,24 miliar dolar AS tahun 2021 menjadi 4.69 miliar dolar AS tahun 2022.

Moeldoko mengatakan pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan akses tanah bagi petani dengan reforma agraria, regenerasi petani, pengembangan alternatif pangan sorgum dan berbagai program aksi adaptasi terhadap perubahan iklim.

Upaya-upaya ini, menurut Moeldoko, membuahkan hasil salah satunya, Global Food Security Index (GFSI) di tahun 2022 yang mencatat Indeks Ketahanan Pangan Indonesia menguat di level 60,2 atau lebih tinggi dibanding periode 2020-2021.  

Dengan hasil signifikan atas upaya penanganan pandemi dan krisis 5F (Food, Feed, Fuel, Fertilizer, difficult access to Finance) tersebut, Indonesia pun menjadi salah satu negara percontohan. Namun, Moeldoko mengingatkan pentingnya kerjasama global karena Indonesia tidak bisa bertindak sendiri.

“Kerjasama multinasional untuk membentuk ekosistem ketahanan pangan global adalah kunci menghadapi krisis pangan. Indonesia terus mendorong hal ini dalam Presidensi G20, dengan tercapainya kesepakatan sustainable and resilience agriculture and food system. Indonesia terus mengawal implementasinya dan memperkuat komitmen ini di regional melalui keketuaan ASEAN,” kata Moeldoko.

“Dengan terlaksananya kesepakatan global ini maka ketahanan pangan dan pemenuhan gizi global akan menunjukkan kemajuan yang kita butuhkan,” imbuhnya.

Adapun laporan “Asia and the Pacific Regional Overview of Food Security and Nutrition 2022 – Urban Food Systems and Nutrition” yang diterbitkan oleh FAO, UNICEF, WFP dan WHO, menekankan tentang ancaman kelaparan dan buruknya gizi perkotaan akibat dampak pandemi, kemiskinan dan pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol.

Senior Food Safety and Nutrition Officer FAO Sridhar Dharmapuri menyampaikan tercatat hampir 1,9 juta orang tidak bisa membeli makanan sehat bergizi di tahun 2020.

“Ini sangat ironis mengingat bahwa Asia dan regional Pasifik termasuk sebagai kawasan produsen terbesar bagi komoditas kunci seperti beras, ikan, susu dan banyak lainnya. Namun kita masih gagal untuk menyajikan makanan bergizi bagi seluruh masyarakat di kawasan ini. Berarti ada masalah dari sistem agrikultur yang kita miliki sekarang,” kata Sridhar Dharmapuri.

Baca juga: Moeldoko minta eksekusi sengketa Tanjung Merawa tak timbulkan konflik

Baca juga: Dana pertanian PBB peringatkan akan memburuknya krisis pangan global

Baca juga: Sri Mulyani: RI perlu waspadai krisis pangan hingga keuangan pada 2023


 

 

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023