Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Sartono Hutomo meminta PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) segera mengevaluasi enam subkontraktor mitra kerja akibat insiden kecelakaan kerja yang menyebabkan korban meninggal dunia.

"Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan keharusan bagi setiap perusahaan, hal ini sesuai dengan Pasal 86 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," katanya dihubungi di Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan dalam UU tersebut dijelaskan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

Menurut dia, perusahaan subkontraktor mitra kerja PHR wajib menyediakan alat pengaman diri (APD) untuk setiap karyawan sesuai dengan pekerjaan dan tingkat risikonya.

Selain itu, papar dia, yang harus menjadi perhatian adalah bagaimana proses pemilihan mitra di Pertamina Hulu Rokan.

"Setiap perusahaan wajib menerapkan K3. Penerapan K3 menjadi salah satu poin utama dalam pemilihan suatu mitra," katanya.

Baca juga: PT PHR kontribusi Rp30 triliun penerimaan negara
Baca juga: PHR targetkan pengeboran 161 sumur di WK Rokan


Kejadian di PT PHR telah mengakibatkan tujuh orang meninggal dunia selama kurun waktu tujuh bulan terakhir. Pekerja yang meninggal berasal dari enam perusahaan berbeda yang bermitra dengan PT PHR.

Menurut dia, ada tujuh mitra PHR yang diduga tidak menerapkan K3 untuk melindungi setiap pekerja yang seharusnya perusahaan seperti ini tidak bisa lagi menjadi mitra kerja PHR.

"Saya mendesak 6 perusahaan tersebut bertanggung jawab terhadap kejadian ini. Bukan hanya memberikan santunan, namun mengevaluasi kejadian tersebut secara internal. PHR bisa melaporkan kepada pihak berwajib untuk dilakukan penyelidikan," katanya.

Tindakan tersebut, menurut dia, menjadi sangat penting agar pengawasan lebih baik dan memberikan efek jera bagi mitra PHR sehingga kejadian seperti ini tidak akan terulang kembali.

Hal senada disampaikan anggota DPRD Riau Eva Yuliana untuk mengevaluasi subkontraktor PT ACS yang dianggap lalai dalam menjalankan pekerjaannya sehingga mengakibatkan karyawan perusahaan itu mengalami insiden kecelakaan dan meninggal dunia.

Dia menjelaskan ACS harus bertanggung jawab penuh atas insiden tersebut dan tidak bisa melimpahkan masalah itu kepada PHR sebagai pemberi kerja.

"Jadi kontraktor penerima kerja itu yang seharusnya dikenai sanksi karena persoalan itu merupakan tanggung jawab penuh subkontraktor. Kami berharap PHR justru mengevaluasi subkontraktor tersebut," katanya.

Pewarta: Fauzi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023