Jakarta (ANTARA) -
Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka meminta pemerintah mempertimbangkan masa pengabdian honorer dalam proses rekrutmen pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dan calon pegawai negeri sipil (CPNS).
 
"Kami mendesak rekrutmen PPPK yang berkeadilan dengan memperhitungkan masa kerja. Ini bukan tuntutan yang berlebihan," ujar Rieke, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
 
Menurutnya, jika hanya mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), batas usia bagi pendaftar dalam sistem penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) maksimal 35 tahun, sementara jumlah honorer berusia di atas 35 tahun sangat banyak, bahkan sebagian memiliki masa kerja selama bertahun-tahun.
 
"Guru, tenaga kesehatan di seluruh Indonesia, tenaga infrastruktur, penyuluh, mereka pelayan publik yang luar biasa. Mereka berjuang pada usia di atas 35 tahun dengan menghitung masa pengabdian. Jadi, bukan sesuatu yang tidak mungkin, melainkan sesuatu yang mungkin. Kita cari solusi, tanpa merevisi UU ASN pun saya kira bisa," ujar dia.
 
Selain mempertimbangkan masa pengabdian, Rieke pun meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN-RB) Abdullah Azwar Anas, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memberikan jaminan hari tua dan pensiun untuk pegawai non-ASN atau PPPK.
 
Terkait dua permasalahan tersebut, Rieke sudah menyampaikan surat resmi kepada para menteri terkait.
 
"Saya dengar baru tiga dulu yang didapat, kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan kematian. Tapi, saya merekomendasikan dalam surat resmi saya kepada para menteri, jangan ditutup ruang untuk mendapatkan jaminan hari tua dan hari pensiun untuk para pelayan publik non PNS. Toh juga skemanya juga dipotong upah," ucap Rieke.
 
Saat ini, Rieke mengaku yakin bahwa Presiden Joko Widodo dan jajaran kementerian/lembaga tidak hanya bekerja dengan rasionalitas, tetapi juga dengan hati.
 
"Ini nasib jutaan orang. Negara bisa runtuh kalau tanpa pelayan publik yang begitu banyak," ucapnya.
 
Sebelumnya, Rieke telah menemui Menteri Anas untuk membicarakan nasib para honorer dan PPPK. Perjuangan Rieke itu mendapatkan sambutan positif. Ia mengatakan alasannya memperjuangkan nasib honorer dan PPPK didasarkan pada keluhan para honorer dan PPPK yang dia dengar dalam kunjungan kerja sebagai anggota DPR RI.
 
Beberapa waktu lalu, Rieke pun bertemu dengan guru honorer di SD Inpres Burean 2 Durean, Kecamatan Amarasi Selatan, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, bernama Nuryati. Nuryati menjadi guru honorer sejak tahun 2005. Namun karena usianya sudah di atas 35 tahun, Nuryati tidak bisa mengikuti proses rekrutmen CPNS.
 
"Tolong kami, guru-guru, terutama guru-guru di pedalaman. Mohon sekali, kasihanilah kami. Bukan hanya saya, melainkan juga semua guru yang ada di Indonesia. Guru bisa mencerdaskan anak bangsa kalau dia bisa merasa sejahtera," ucap Nuryati.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023