Bukittinggi,- (ANTARA) -
Seorang dokter spesialis penanganan pasien COVID-19 asal Bukittinggi, Sumatera Barat, Deddy Herman mempertanyakan haknya bersama petugas kesehatan lain terkait uang jasa medis di Rumah Sakit Achmad Mochtar (RSAM) Bukittinggi, Jumat.
 
"Kami merasa dizalimi karena dibayar sangat rendah dari dana yang disediakan Kementerian Kesehatan RI," katanya di Bukittinggi, Jumat.
 
Ia merasa merasa uang jasa medis yang diberikan ke dirinya dan dokter serta tenaga medis lainnya sangat jauh dari seharusnya.
 
"Kami mendapatkan besaran yang tidak jelas dan sangat tidak sesuai dengan risiko kematian. Perbandingannya dokter di daerah lain mendapatkan Rp2,2 miliar per tiga tahun sejak 2020, sementara kami hanya menerima Rp300 juta," katanya.

Baca juga: RSUD Arifin Ahmad ajukan insentif untuk tenaga medis

Baca juga: Insentif untuk nakes tangani COVID-19 sudah disalurkan Rp646 miliar
 
Ia mengatakan sejak ditunjuk menjadi Tim Ahli Klinis Satgas COVID-19 di Bukittinggi, dirinya rela bekerja ikhlas, namun karena adanya bantuan dari pemerintah pusat maka ia bersama petugas kesehatan lain perlu memperjuangkan hak tersebut.
 
"Dana itu dari Kemenkes, dari Pusat, anggarannya Rp 7,5 juta per pasien per hari. Ada komponen untuk dokter, perawat, lab dan lainnya. Ini dana besar, hitungan kami jika ditotal mencapai Rp100 miliar selama tiga tahun, ini juga sudah ditanyakan ke manajemen RSAM," katanya.
 
Ia menyebutkan Pemerintah Pusat selalu menurunkan dana sesuai waktu dengan nilai Rp41 miliar di 2022. Sementara di 2021 berada di angka dua kali lipat yang disesuaikan dengan tingkatan wabah COVID-19 saat itu.
 
"Direktur saat itu mengatakan pembagiannya 60 persen untuk jasa pelayanan dan 40 jasa medis. Jika angkanya Rp100 miliar, harusnya Rp40 miliar bagi jasa medis ini saya hitung hanya Rp5 miliar yang diturunkan, kemana lainnya yang Rp 35 miliar," ujarnya.
 
Ia mempertanyakan aturan mana yang dipakai RSAM Bukittinggi dan ia telah menghubungi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pusat serta beberapa senator di Provinsi Sumbar yang membidangi masalah ini.
 
"Aturan yang mana yang dipakai, apakah aturan Perintah Pusat bisa diubah menjadi keputusan Direktur saja, bukankah itu namanya penyelewengan wewenang. Kami belum lapor ke Ombudsman, kami tunggu legislator provinsi melakukan peninjauan ke RSAM, kami meyakini ini akan masuk ke ranah KPK jika terbukti," katanya.
 
Ia menegaskan siap pasang badan dan menerima risiko atas pembelaan kepada dokter, perawat, petugas kebersihan, petugas pemandi jenazah dan tenaga kesehatan lainnya.
 
Sementara itu, pihak RSAM Bukittinggi melalui Kepala Bagian Umum, Indra Sonny didampingi Kapala Bagian Humas, Arfida mengatakan pembagian jasa medis sudah dilakukan sesuai aturan.
 
"Yang kami ketahui semua ada aturannya, berapa masuk dan keluar, semua ada ketentuannya. Kami meyakini sudah sesuai aturan yang dijalankan secara resmi, tentu juga ada aturan internal sebagai pembaginya," katanya.
 
Ia mengatakan penyampaian secara resmi akan disampaikan dalam waktu dekat oleh pimpinan RSAM kepada wartawan.
 
"Berhubung Direktur tidak berada di lokasi saat ini dan jawaban secara lengkap hanya bisa disampaikan pimpinan, kami minta waktu," katanya.*
   

Pewarta: Altas Maulana
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023