Yogyakarta (ANTARA) - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Chusni Ansori meraih gelar doktor dari Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) usai meneliti pengaruh keragaman geologi terhadap budaya pada era Megalitikum hingga Kolonial.

Chusni berhasil mempertahankan disertasinya berjudul "Analisis Faktor Litologi dan Bentang Lahan Terhadap Sebaran Keragaman Situs Budaya Megalitikum-Kolonial, Pada Kawasan Taman Bumi (Geopark) Karangsambung - Karangbolong dan sekitarnya, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah" dalam sidang promosi terbuka yang digelar di Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta, Jumat.

"Saya percaya bahwa budaya pasti dipengaruhi oleh alam, cuma berapa besar pengaruhnya dan dari faktor apa yang berpengaruh. Ini yang coba saya kawinkan dalam riset interdisipliner ini," ujar Chusni.

Berdasarkan penelitian di Kawasan Geopark Karangsambung-Karangbolong, Chusni menyimpulkan bahwa keragaman geologi di daerah itu ternyata menjadi salah satu faktor yang mampu membentuk keragaman budaya dari era Megalitikum hingga Kolonial.

Baca juga: Menhub orasi ilmiah di UGM soal konsep transportasi berkeadilan

Baca juga: Penemu metode operasi ablasio retina mata raih gelar doktor di UGM

Di kawasan itu, setidaknya tercatat sebanyak 11 situs warisan budaya era Megalitikum, 12 era Hindu-Buddha, 31 era Islam, dan 83 situs warisan era Kolonial.

"Ini menggelitik bahwa dalam geopark ada keragaman geologi, ada pula keragaman budaya tetapi keragaman-keragaman itu bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri," ujar Chusni.

Berdasarkan persentase, ia menyebut litologi atau karakteristik fisik batuan di kawasan itu telah mempengaruhi pembentukan budaya mencapai 2,3 persen pada era Megalitikum, kemudian pada era Hidu-Budha 11,3 persen, era Islam 2,9 persen, dan Kolonial 2,6 persen.

"Endapan alluvial mempunyai persentase sebaran situs paling banyak pada setiap era," kata dia.

Menurut Chusni, bentang lahan memiliki pengaruh pembentukan budaya paling tinggi pada era Kolonial sebesar 37,17 persen, Islam 10,56 persen, Hindu-Buddha 3,92 persen, dan Megalitikum 15,8 persen, terutama pada sub kriteria fluvial.

Dalam penelitian itu, ia menggunakan metode "overlay" dan "analytic hierarchy process (AHP)" untuk menganalisis sebaran dan keterkaitan antara budaya dengan parameter geologi.

Menurut dia, pada era Megalitikum, warisan budaya lumpang batu yang berfungsi sebagai alat pengolahan pertanian tersebar di kawasan itu pada endapan alluvial di sekitar pasir besi, pada ketinggian kurang dari 50 meter, kelerengan kurang dari 7 persen, bentang lahan marine, jarak sungai kurang dari 750 meter, dan pada daerah atau zona akuifer produktif.

Demikian pula pada era Hindu-Buddha, menurut dia, sebagian besar warisan budaya berupa tempat atau sarana ibadah ditemukan berada pada endapan alluvial.

"Pada era Islam, makam juga berada pada endapan alluvial. Sedangkan pada era Kolonial situs yang berfungsi untuk ekonomi, pemerintahan, sekolahan, kesehatan, dan pertahanan mengelompok mengikuti pola sebaran situs pemerintahan di seputar Kebumen, Karanganyar, Gombong, Kutowinangun- Prembun," kata dia.

Ia mengatakan sejak 2018, di Kabupaten Kebumen telah terbentuk Geopark Nasional Karangsambung-Karangbolong yang segera dikembangkan menjadi Geopark Global UNESCO sehingga nantinya akan berubah menjadi "Geopark Kebumen".

Chusni meyakini bahwa hasil risetnya tersebut akan bermanfaat untuk memperkuat proses pengembangan itu.

"Kita tahu untuk menjadi geoprak harus didukung oleh riset dan ini adalah riset untuk mendukung hal tersebut," kata dia.

Selain itu, ujar Chusni, hasil riset tersebut penting sebagai bahan edukasi di kawasan geopark sekaligus mampu mengembangkan ekonomi masyarakat setempat melalui kegiatan geowisata, selain fungsi konservasi.

"Sehingga bukan hanya wisata 'selfie', tapi geowisata yang memberikan pencerahan bagaimana batuan atau situs itu terjadi. Saya harap ini menjadi bagian memperkaya proses edukasi dalam konteks geopark," kata dia.

Dalam sidang promosi doktor yang dihadiri Bupati Kebumen Arif Sugiyanto, Kepala Pusat Riset Sumber Daya Geologi (PRSDG) Iwan Setiawan, serta sejumlah peneliti BRIN itu, Chusni Ansori berhasil meraih gelar doktor dengan predikat cumlaude.*

Baca juga: Teliti idiom, mahasiswi Tiongkok raih gelar doktor dari FIB UGM

Baca juga: UGM-Gifu bentuk konsorsium internasional pendidikan doktor pertanian

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023