Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2007 6,2 - 6,4 persen dengan tingkat inflasi 5 - 7 persen, kata Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja Menkeu, Gubernur BI, Bappenas, Bada Statistik dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin. Untuk nilai tukar rupiah, pemerintah memproyeksikan kisaran 9.000-Rp9.200 per dolar AS, tingkat suku bunga SBI tiga bulan 8,0 - 9,0 persen, harga minyak 55 sampai 58 dolar AS per barel, dengan lifting (jumlah yang dikapalkan) 1,0 juta barel per hari dengan produksi minyak 1,045 juta barel per hari. Cadangan devisa 2007 diharapkan mencapai 43,8 miliar atau setara dengan lima bulan impor dan pembayaran cicilan utang luar negeri pemerintah. Menkeu menambahkan, kebijakan fiskal 2007 akan banyak berkaitan dengan upaya pengendalian defisit APBN dan menurunkan secara bertahap rasio utang tehadap PDB (Produk Domestik Bruto) dalam rangka mencapai kesinambungan fiskal sambil tetap mengupayakan stimulus fiskal dalam batas-batas yang dapat ditopang oleh sumber pembiayaan yang tersedia. Menurut Menkeu, dua langkah mendasar yang menjadi strategi kebijakan fiskal 2007 adalah melanjutkan langkah-langkah konsolidasi fiskal melalui pengendalian defisit anggaran pada kisaran 0,5 sampai 0,7 persen terhadap PDB untuk menjaga tingkat resiko. Selain itu exposure utang pemerintah pada tingkat yang aman tanpa menutupi kebutuhan untuk mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi. "Upaya pengelolaan anggaran tersebut dilakukan melalui langkah-langkah peningkatan penerimaan negara dan peningkatan efektivitas dan efisiensi belanja negara dengan tetap mengupayakan stimulus perekonomian dengan pro `growth` (pertumbuhan), penciptaan tenaga kerja, dan pengentasan kemiskinan secara bertahap," katanya. Sri Mulyani mengatakan, langkah kedua yang diambil adalah merumuskan strategi pembiayaan anggaran yang tetap dan terkendali agar terjadi penurunan stok utang pemerintah dan rasio terhadap PDB. Ia mengatakan, rasio utang pemerintah terhadap PDB pada akhir 2005 tercatat 48 persen dengan 24,2 persen diantaranya adalah rasio utang dalam negeri dan 23,8 persen rasio utang luar negeri. Pemerintah akan mengamati berbagai tantangan baik dari faktor-faktor internal maupun eksternal. Dari sisi eksternal, katanya, harga minyak dunia masih sulit diprediksi dan pertumbuhan ekonomi dunia yang diperkirakan mengalami perlambatan yaitu dari 4,9 persen pada 2006 menjadi 4,7 persen pada 2007. "Kesenjangan global diperkirakan akan melebar dan persaingan internasional diperkirakan akan meningkat. Hal itu dapat mempengaruhi neraca pembayaran, ketahanan fiskal dan stabilitas moneter dalam negeri," tambahnya. Dari sisi internal, Menkeu juga mengatakan, pemerintah tetap mengarahkan kebijakan ekonomi makro pada peningkatan kegiatan ekonomi yang dapat menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dan mengurangi rasio pengangguran serta jumlah penduduk miskin. "Terkait dengan hal tersebut peningkatan pertumbuhan investasi dan ekspor non-migas perlu terus didorong yang akan dilakukan melalui langkah-langkah untuk mengurangi biaya tinggi, menyederhanakan prosedur perijinan, perpajakan dan kepabeanan," katanya. Selain itu juga untuk mengurangi tumpang tindih kebijakan pusat dan daerah, menyehatkan iklim ketenagakerjaan, menyiapkan penyediaan infrastruktur dan meningkatkan fungsi intermediasi perbankan pada sektor usaha. Menkeu menjelaskan, stabilitas ekonomi diperkirakan akan tetap terjaga yang tercermin dengan membaiknya kinerja neraca pembayaran, moneter dan keuangan negara. Neraca pembayaran, katanya, diperkirakan surplus yang bersumber dari meningkatnya ekspor non-migas yang diperkirakan sebesar 8,2 persen, masuknya penanaman modal asing dan portofolio, serta kegiatan investasi asing terkait dengan pembangunan infrastruktur.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006