Washington (ANTARA News) - Hubungan Washington-Tripoli memasuki era baru Senin dengan pengumuman AS mengenai rencana untuk memulihkan hubungan diplomatik penuh dengan Libya dan menghapus negara itu dari daftar negara sponsor terorisme. Keputusan Libya pada 2003 untuk meninggalkan program senjata penghancur massal dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban pemboman pesawat Pan Am Nomer Penerbangan 103 di Lockerbie, Skotlandia, membantu mendorong perubahan dalam hubungan buruk selama puluhan tahun. "Pengumuman hari ini merupakan hasil sangat penting yang mengalir dari keputusan bersejarah yang diambil para pemimpin Libya pada 2003 untuk meninggalkan terorisme dan program senjata penghancur massal," kata Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice dalam sebuah pernyataanynya yang dikutip Kantor Berita DPA. "Sebagai hasil langsung dari keputusan-keputusan itu, kita menyaksikan awal kemunculan kembali negara itu ke kancah masyarakat internasional," kata Rice. Libya disebut-sebut sebagai negara sponsor terorisme sejak 1979 dan hubungan diplomatik resmi diputuskan pada 1980. Pada 1986, Presiden AS Ronald Reagan memerintahkan serangan-serangan udara terhadap Libya untuk membalas pemboman di diskotik Berlin yang menewaskan dua prajurit Amerika. AS mengambil langkah-langkah secara bertahap ke arah normalisasi hubungan setelah pemimpin Libya Moamer Gaddafi mengizinkan tim-tim AS dan Inggris memindahkan peralatan program senjata penghancur massal dan mengirimnya untuk diamankan di wilayah AS. Washington sudah mencabut sanksi-sanksi, dengan mengizinkan perusahaan AS melakukan bisnis di Libya. Meski demikian, Asisten Menteri Luar Negeri AS David Welch mengatakan, AS masih prihatin atas catatan hak asasi manusia Libya. Welch juga mengatakan bahwa Libya harus lebih transparan dalam praktik-praktik bisnisnya. Dalam beberapa tahun terakhir ini, pejabat-pejabat tinggi AS mengunjungi Libya untuk meletakkan landasan kerja bagi sebuah era baru dalam hubungan AS-Libya. Keputusan Gaddafi itu dipandang kalangan luas dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari nasib seperti rejim Saddam Hussein setelah invasi yang dipimpin AS ke Irak pada Maret 2003. Rice mengatakan, manfaat-manfaat yang diperoleh Libya dengan meninggalkan terorisme dan program senjata penghancur massal bisa menjadi contoh bagi Iran dan Korea Utara untuk melakukan hal yang sama.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006