Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot antar-bank Jakarta, Selasa sore, merosot 355 poin menjadi Rp9.250/9.275 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp8.895/8.900, karena saratnya aksi lepas rupiah. "Aksi lepas rupiah pelaku pasar dalam jumlah besar yang menekan mata uang lokal terus terpuruk," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta. Menurut dia, aksi lepas rupiah yang cukup besar itu terjadi, karena banyak faktor yang menekan pasar seperti melemahnya harga saham regional maupun Eropa. "Yang jelas, tekanan pasar terhadap rupiah sangat besar," ujarnya. Menurut Kostaman, para pelaku lokal sangat antusias melepas rupiah, mereka tidak peduli dengan isu melemahnya dolar AS terhadap yen. Kenaikan yen terhadap dolar AS yang berlangsung dua hari masih belum menggoyahkan pelaku lokal merubah arah untuk membeli rupiah. Rupiah seharusnya bisa naik, karena ada sentimen positif dari pasar internasional, ujarnya. Ketika pasar dibuka, rupiah merosot hingga mencapai Rp9.350 per dolar AS, bahkan sempat mencapai level Rp9.405 per dolar AS, namun menjelang penutupan aksi lepas agak berkurang, sehingga rupiah kembali di posisi Rp9.250 per dolar hingga pasar ditutup. Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani, menyatakan bahwa saat ini tidak ada alasan terjadinya pembalikan modal atau dana keluar negeri (capital outflow) menyusul melemahnya kurs rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). "Dari komposisi pemain (pemegang dana/modal), tidak ada alasan terjadinya pembalikan modal/dana keluar negeri, kalau aksi profit taking memang mungkin saja terjadi pada para pembawa modal," katanya. Ia menyebutkan, dari sisi instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI) maupun Surat Utang Negara (SUN), instrumen-instrumen itu mayoritas dipegang oleh investor jangka panjang sehingga mereka memiliki pandangan lebih jauh. "Dan, itu dijamin pemerintah dari sisi konsistensi kebijakan sehingga tidak akan ada perubahan fundamental. Kalau terjadi volatilita sifatnya sementara dan itu tentu akan terjadi," katanya. Kebijakan pemerintah, tegasnya, tidak berubah. Fundamental dan arah kebijakan pemerintah tidak berubah atau tetap sama. Dari sisi fiskal, pemerintah akan menjaga APBN tetap memiliki tingkat kepercayaan pasar. "Kalau ada koreksi karena adanya pengaruh global maupun regional, memang kita tidak bisa banyak bertindak menghindari dampak itu," kata Sri Mulyani. Menurut dia, dari sisi kebijakan, baik arah maupun kualitasnya, pemerintah tidak akan melakukan perubahan yang drastis. Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, secara terpisah menjelaskan bahwa faktor yang menyebabkan penurunan rupiah selain dinamika pasar internal juga ada pengaruh dari pasar luar. Dia menegaskan, BI akan mencermati dinamika rupiah yang terjadi agar tidak menjadi kecenderungan jangka panjang yang terlalu jauh. Selain itu, BI mendengar adanya beberapa investor jangka pendek yang berkeinginan mengubah investasinya menjadi lebih panjang dan akan bertindak sangat hati-hati terkait dengan kebijakan suku bunga. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006