Yogyakarta (ANTARA) - Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta dalam waktu dekat segera menggelar dua survei yang nantinya dapat memberikan gambaran mengenai kondisi ketenagakerjaan dan perekonomian secara nasional usai pandemi COVID-19.

Keduanya adalah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Februari yang nantinya akan dilanjutkan pada Agustus, sedangkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) akan digelar pada Maret.

“Kedua survei ini sangat penting untuk mengetahui bagaimana kondisi ketenagakerjaan dan ekonomi setelah pandemi,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Yogyakarta Mainil Asni di Yogyakarta, Senin.

Dari Sakernas akan diketahui angka pengangguran di Kota Yogyakarta, sedangkan dari Susenas akan diketahui tingkat kemiskinan, ketimpangan ekonomi atau gini ratio, serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Kedua survei tersebut akan dilakukan dengan cara sampling terhadap rumah tangga sasaran dan setiap rumah tangga terpilih akan didatangi langsung oleh petugas dari BPS Kota Yogyakarta untuk pengumpulan data.

Data yang dikumpulkan saat Sakernas di antaranya pekerjaan utama, pengalaman kerja, jenis usaha yang disiapkan, hingga suplemen Kartu Prakerja.

“Karena ada program Kartu Prakerja yang digulirkan pemerintah selama pandemi, maka dalam survei kali ini pun akan ada pertanyaan mengenai hal itu,” katanya.

Sedangkan untuk Susenas, informasi yang akan digali dari rumah tangga yang masuk sebagai sampel adalah data kependudukan, pendidikan, tabungan, akses kesehatan, pendapatan, hingga konsumsi atau pengeluaran.

“Di Kota Yogyakarta, akan ada 750 rumah tangga sebagai sampel Susenas yang tersebar di seluruh kecamatan,” katanya.

Mainil mengatakan, data yang dihasilkan dari kedua survei tersebut sangat ditunggu karena selama pandemi terjadi peningkatan pengangguran dan angka kemiskinan.

Sebelum pandemi atau pada 2019, angka pengangguran di Kota Yogyakarta mencapai sekitar empat persen, dan saat pandemi atau pada 2020 meningkat menjadi sembilan persen namun sudah mulai turun menjadi tujuh persen pada 2022.

Sedangkan angka kemiskinan di Yogyakarta pada 2019 tercatat sebesar 6,8 persen dan meningkat menjadi 7,7 persen pada 2020 serta kembali turun menjadi 6,62 persen pada 2022.

“Kondisi pengangguran sudah turun begitu juga angka kemiskinan. Melalui survei ini akan diketahui apakah akan ada penurunan untuk kedua indikator tersebut atau tidak,” katanya.

Mainil berharap, masyarakat yang nantinya masuk sebagai sampel untuk kedua survei tersebut dapat memberikan data atau informasi sesuai dengan fakta dan BPS menjamin keamanan data yang disampaikan.

Baca juga: BPS: Yogyakarta capai IPA dan IPHA tertinggi secara nasional

 

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023