New York (ANTARA News) - Alwiyah Maulidyah, isteri Hadianto Djoko Djuliarso, WNI tersangka kasus transaksi senjata tanpa perizinan resmi, yang ditahan sejak 9 April 2006, Selasa (16/5), dibebaskan dari Penjara Honolulu dan langsung dipulangkan ke Indonesia pada hari yang sama. Menurut informasi dari KBRI Washington DC, Alwiyah telah meninggalkan ibukota negara bagian Hawaii tersebut pukul 10.25 waktu setempat dan diperkirakan akan tiba di Jakarta hari Kamis 18 Mei 2006. "Saya telah menugaskan Wakil Kepala Perwakilan RI (Wakeppri) didampingi pejabat Konsuler dari KBRI Washington DC dan KJRI Los Angeles untuk ke Honolulu mengurus segala sesuatu yang terkait dengan kepulangan yang bersangkutan," kata Duta Besar RI untuk AS, Sudjadnan Parnohadiningrat, kepada ANTARA. Alwiyah ditahan oleh US Immigration and Customs Enforcement bersama suaminya, serta WNI lainnya bernama Ignatius Ferdinandus Soeharli serta seorang warga Singapura, Ibrahim bin Amran. Mereka ditangkap atas tuduhan pelangggaran UU Kontrol Ekspor Senjata AS dan dakwaan lainnya. Pada hearing tanggal 13 April, hakim pengadilan federal Honolulu membebaskan Alwiyah karena tidak cukup bukti mengenai keterlibatannya dalam kasus tersebut. Meskipun telah diputuskan untuk dipulangkan, kata Dubes Sudjadnan, prosesnya ternyata berjalan cukup rumit. Untuk itulah KJRI Los Angeles dan KBRI Washington DC telah melakukan upaya kekonsuleran untuk mempercepat prosesnya melalui Deplu AS dan pihak Immigration and Customs Enforcement Office dari Department of Homeland Security di Washington DC. Sementara itu, Hadianto dan Ignatius Soeharli sejak Sabtu lalu sudah berada di tahanan federal Detroit, Negara Bagian Michigan, untuk menunggu sidang pengadilan terhadap mereka. Hari Senin lalu (15/5) mereka hadir pada sidang pendahuluan. Hadianto didampingi oleh pengacara publik William Swor, sedangkan IFS didampingi oleh pengacara publik Douglas Moldoff. Pelaksana Tugas Konsul Jenderal RI Chicago, Hidayat Kartahadimadja, dan Sekretaris III Konsuler KJRI Chicago, Judo Sasongko, juga mengikuti persidangan tersebut. Sidang pendahuluan itu sendiri berlangsung singkat, berupa pengenalan para terdakwa dan pengacaranya dengan hakim. "Sebelum sidang, kami juga sempat bertemu dengan mereka di tahanan," kata Judo Sasongko ketika dihubungi dari New York. Dalam perbincangan dengan para pejabat KJRI Chicago, Hadianto antara lain mengaku bahwa ia merasa digiring oleh seorang bersama Alex dari perusahaan logistik di Detroit yang menawarkan senjata-senjata. Kasus tersebut sempat menjadi sorotan di Tanah Air terutama karena Hadianto adalah Direktur PT Ataru Indonesia, perusahaan rekanan TNI Angkatan Udara untuk pemesanan peralatan radar pesawat tempur di AS. Pihak TNI sendiri sudah membantah keterlibatannya dengan aktifitas Hadianto di luar kontrak pemesanan radar tersebut. Dalam dakwaan yang sempat dilansir media massa di AS pertengahan April lalu disebutkan bahwa Hadianto, Ignatius Soeharli, serta warga Singapura Ibrahim bin Amran dan seorang warga asing lainnya bernama David Beecorf telah mencoba memesan 245 misil sidewinder, 882 senjata mesin jenis Heckler & Koch MP5, 800 senapan H&K , 16 sniper H&K, dan ribuan peluru, tanpa didukung perizinan resmi. (*)

Copyright © ANTARA 2006