Banjarmasin, (ANTARA News) - Menteri Negara Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar memberikan warning atau peringatan jangan sampai rencana pendirian pabrik baja di Kalimantan Selatan (Kalsel) pada akhirnya akan seperti PT.Newmont tambang logam di Provinsi Sulawesi Utara yang menyisakan masalah tentang limbah. Pernyataan tersebut disampaikan Rachmat Witoelar pada acara Konferensi Nasional XVII Badan Kerjasama Pusat Study Lingkungan (BKPSL) Seluruh Indonesi di Banjarmasin, Selasa (16/5). Sebelum perusahaan tersebut didirikan harus dipenuhi syarat-syarat penanganan amdal yang sangat serius. Masalahnya, pendirian perusahaan baja merupakan suatu usaha besar, yang harus bakal memiliki dampak luar biasa, bila tidak diperhatikan sejak awal tentang syarat-syarat amdal yang telah ditentukan. Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian serius, menurut Rachmat adalah desain, perencanaan dan lainnya, jangan hanya gali-gali begitu saja seperti menggali pasir. "Saya sudah dengar tentang rencana pendirian perusahaan baja di Kalsel, saya sih setuju-setuju saja, tapi harus diperhatikan syarat-syarat lingkungannya," katanya. Belajar dari newmont tambahnya, mungkin di perusahaan tersebut kurang dalam menggali lokasi pembuangan tailing atau limbah, atau karena lokasi perusahaan yang terlalu besar, sehingga terjadi masalah-masalah yang terjadi saat ini. "Untuk itu, seharusnya ditanyakan langsung ke pak Emil Salim, yang ngasih izin kan dia, kita kan cuma kebagian memperbaikinya," katanya. Yang menjadi penyumbang besar terjadinya kerusakan lingkungan di Indonesia, menurut menteri LH adalah banyaknya amdal yang hanya sekedar amdal-amdalan. Di Kalimantan sendiri, tambahnya banyak perusahaan yang menggunakan amdal, yang hanya sekedar amdal asal jadi. Sementara itu, beberapa peserta BKPSL, mengusulkan agar kementerian lingkungan hidup dirubah menjadi Departement kementerian hidup, sehingga akan lebih leluasa menangani soal-soal lingkungan. "Kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Yusuf Kalla ingin serius menangani lingkungan hidup, kementerian lingkungan hidup harus dirubah menjadi departement," kata Awaludin dari Universitas Sumatra Utara. Menurutnya, yang terjadi saat ini justru, perbaikan lingkungan hidup hanyalah sekedar live service, sehingga kerusakan lingkungan hidup semakin banyak. (*)

Copyright © ANTARA 2006