Jakarta (ANTARA News) - Selain menjalankan program pengalihan minyak tanah ke elpiji, pemerintah tetap mengembangkan briket batubara sebagai upaya mengurangi konsumsi minyak tanah. Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro usai raker RUU Mineral dan Batubara dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu mengatakan, pemerintah tidak mempunyai rencana membatalkan program pengembangan briket batubara. "Keduanya kita jalankan bersama-sama dan dipercepat sebagai pengembangan energi alternatif menggantikan minyak tanah," katanya. Mengenai pasokan elpiji, Purnomo mengatakan, pemerintah akan meminta produsen elpiji di Indonesia memprioritaskan pasar domestik. "Ekspor elpiji kebanyakan melalui pasar spot yang jangka waktunya pendek hanya 3-6 bulan. Ini secara mudah bisa kita alihkan ke pasar domestik," katanya. Sedang, kontrak ekspor elpiji yang berjangka panjang, pemerintah tetap akan menunggu hingga kontraknya berakhir. "Kontraknya tetap harus dihormati. Kalau kita putuskan, berarti kita melawan hukum," katanya. Purnomo juga mengatakan, pemerintah tidak akan menaikkan harga minyak tanah meski konsumsinya dialihkan ke elpiji. Saat ini, produksi kilang elpiji di dalam negeri mencapai 2,605 juta ton per tahun yang terdiri dari 850 ribu ton dari kilang PT Pertamina (Persero) dan 1,755 juta ton dari kilang milik kontraktor bagi hasil (kontraktor production sharing/KPS). Sedang, konsumsi elpiji di dalam negeri mencapai 1,080 juta ton per tahun yang dipasok dari kilang Pertamina 850 ribu ton, 150 ribu ton dari KPS, dan sisanya impor 80 ribu ton. Dengan demikian dari produksi elpiji nasional sebesar 2,605 juta ton, sebanyak 1,605 juta ton yang seluruhnya merupakan produksi kilang KPS ditujukan bagi pasar ekspor. Saat ini, konsumsi minyak tanah per tahun mencapai 10 juta per tahun. Guna mengganti seluruh minyak tanah tersebut diperlukan paling tidak enam juta ton elpiji.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006