Jakarta (ANTARA) -
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan kembalinya Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumio menjadi anggota Polri bisa menjadi pemantik budaya whistleblowing di institusi kepolisian.

"Yang jadi pertanyaan apakah Polri siap dengan budaya tersebut. Artinya, apakah Polri nyaman menerima seorang justice collaborator alias whistleblower?" kata Reza dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurut dia, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumio atau Bharada E layak untuk melanjutkan karir di kepolisian.

"Namun, apakah Polri siap untuk menerima Eliezer kembali, hal ini yang menjadi pertanyaan pentingnya," ujar Reza dengan nada tanya.

Dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, kata dia, Bharada E sudah memperlihatkan bagaimana Eliezer bukanlah personel dengan pangkat rendah yang bisa didikte untuk menyembunyikan penyimpangan yang dilakukan oleh senior, bahkan oleh seorang jenderal sekalipun.

Menurut Reza, tindakan Eliezer bisa dipandang berpotensi mengganggu jiwa korsa Polri.
Peneliti ASA Indonesia Institute itu menjelaskan, peran Eliezer sebagai justice collaborator sebangun dengan whistleblower. Perannya menunjukkan betapa ketaatan pada kebenaran lebih tinggi daripada kepatuhan yang menyimpang.

"Dengan mentalitas seperti itu, Eliezer layak dipandang sebagai aset. Bukan sebagai musuh, Lalu, yang menjadi permasalahan justru pada Polri, seberapa siap untuk menerima Eliezer kembali," ujar Reza.

Jawaban dari permasalahan ini, kata Reza, tergantung pada dua hal, yakni, apakah Polri mempunyai sistem pengembangan karier bagi personel dengan karakter seperti Eliezer.

"Artinya, profesionalisme Eliezer harus terus dikembangkan," katanya.

Akan tetapi, kata Reza, status Eliezer pernah divonis bersalah terkait Pasal 340 KUHP. Meski hukumannya ringan satu tahun enam bulan, tapi hukuman itu dijatuhkan terkait pembunuhan berencana.

"Itu sangat serius," paparnya.

Reza mengatakan Polri mempunyai kepentingan besar terhadap anggotanya yang pernah melakukan tindak pidana untuk memastikan Eliezer tidak menjadi residivis (mengulangi perbuatan pidana), baik residivisme atas perbuatan yang sama maupun residivisme terkait tindakan lain.

"Jadi, di samping pengembangan profesionalisme, Polri juga harus melakukan risk assessment dan rehabilitasi terhadap Eliezer," kata dia.

Yang terakhir, kata Reza, apakah Polri mempunyai sistem untuk melindungi Eliezer dari kemungkinan serangan pihak-pihak yang barangkali tidak sedang dengan sepak terjangnya.
Sebelumnya, Kamis (16/2), Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menyebutkan, peluang Eliezer untuk kembali ke institusinya di Brimob masih ada. Peluang itu ditentukan hasil sidang Komisi Kode Etik Polri yang saat ini sedang disiapkan oleh Divisi Propam Polri.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo, Senin (20/2) siang mengatakan pihaknya belum mendapatkan jadwal sidang etik Bharada Eliezer dari Divpropam Polri.

"Nanti kalau sudah ada, kami kabarkan ke media, yang pasti tengah disiapkan komisi kode etiknya," ujar Dedi.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023