Mungkin untuk ke depannya, anak-anak muda itu biar bisalah menggambar di lontar tidak ke gadget saja
Karangasem, Bali (ANTARA) - Kerajinan ukir daun lontar asal Desa Adat Tenganan di Kabupaten Karangasem, Bali, diminati wisatawan mancanegara (wisman) untuk dijadikan hiasan di rumah.

“Saya hanya jualan di sini saja, biasanya yang banyak beli itu turis asing, ada juga lokal yang minat tapi jarang. Seringnya dari Eropa, Prancis, Inggris, Jerman tapi tergantung orangnya banyak yang berkunjung dari mana. Soalnya kalo bulan Juni, Juli, Agustus itu banyak orang Eropa yang pergi ke sini buat liburan lama,” kata Wayan Tumben, perajin ukiran daun lontar di Karangasem, Selasa.

Saat Desa Adat Tenganan ramai dikunjungi turis, Wayan Tumben mampu menjual dua sampai tiga buah kerajinan ukiran daun lontar dalam satu minggu. Di saat itulah dirinya mampu meraup omzet mencapai Rp500 ribu hingga Rp1 juta.

Wayan Tumben menjual kerajinan ukir daun lontar dengan harga yang bervariasi tergantung ukuran dan detail kerumitan gambar.

Untuk yang berukuran kecil biasanya digunakan sebagai pembatas buku, dijual dengan harga Rp50 ribu per buah hingga yang berukuran besar dengan gambar cerita Ramayana dijual dengan harga Rp2,5 juta per buah.

Baca juga: Kerajinan ukiran patung asal Gianyar Bali merambah pasar benua Eropa

Baca juga: Kerajinan dan makanan Bali terima banyak pesanan karena KTT G20


Proses produksi daun lontar hingga siap diukir meliputi tiga tahap untuk mendapatkan hasil yang awet. Pada tahap pertama, daun lontar dipadatkan menggunakan alat penekan, kemudian direbus, dan yang terakhir dijemur hingga kering memanfaatkan sinar matahari.

Setelah rangkaian proses tersebut selesai dilakukan, barulah daun lontar dapat diukir menggunakan pisau ukir sesuai dengan gambar yang telah ditentukan.

“Tidak mungkin kita bikin sendiri, kita buat ukiran ini juga kerja sama dengan teman, soalnya prosesnya lama. Jadi misalkan nanti ada tamu yang beli banyak kita tidak kehabisan stok ukiran,” kata Wayan yang telah menekuni kerajinan ukir daun lontar dari tahun 1991.

Uniknya, warna hitam yang digunakan sebagai pewarna utama kerajinan ukiran daun lontar ini didapatkan dari bahan alami yaitu buah kemiri yang dibakar.

“Kemirinya itu dibakar biar dia menghitam, tapi usahakan minyaknya masih ada, kalau sampai kering itu gagal. Dulu pernah pakai kacang tanah tapi takut dicari semut soalnya manis, makanya sekarang kami pakai kemiri,” ungkap Wayan.

Kerajinan ukir daun lontar memiliki bentuk dan gambar beragam seperti motif Pulau Bali, kalender, cerita Ramayana dan pembatas buku,

“Mungkin untuk ke depannya, anak-anak muda itu biar bisalah menggambar di lontar tidak ke gadget saja. Masalahnya perajin lontar kan cuma sedikit apalagi sastranya, semoga bisa tetap dilestarikan untuk menjaga warisan budaya ini,” pungkas Wayan.

Baca juga: Desainer Prancis riset kerajinan Bali untuk Paris Design Week

Baca juga: Nasabah BRI Ni Ketut Bakati Anggareni jadikan kerajinan Bali mendunia


Pewarta: Pungkas Dwitanto/Widodo S Jusuf
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023