Palembang (ANTARA) - Pemerintah Kota Palembang merencanakan membangun Islamic Center Kyai Marogan atau masyarakat lazim menyebut ‘Ki Marogan’, berlokasi di Pulau Kemaro sebuah delta kecil di Sungai Musi, berjarak sekitar 6 km dari Jembatan Ampera.

Wali Kota Palembang Harnojoyo di Palembang, Rabu, mengatakan, rencana pembangunan Islamic Center Ki Marogan ini sudah dibicarakan dengan Pemprov Sumsel untuk bekerja sama membangunnya, sebab lahan milik Pemkot Palembang di Pulau Kemaro itu ada seluas 32 hektare atau bersebelahan dengan lahan Pagoda.

“Saya sudah membicarakan langsung dengan Bapak Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru soal rencana pembangunan Islamic Center Ki Marogan ini. Beliau pada prinsipnya mendukung sepenuhnya,” ujar Harno.

Baca juga: Pemprov DKI mulai perbaiki JIC

Wacana pembangunan Islamic Center Ki Marogan ini sebagai bentuk penghargaan dan mengenang sejarah Ki Marogan sebagai ulama kharismatik Palembang yang menyebarkan siar Agama Islam pada abad 19.

“Ini yang menjadi rencana kita untuk mengenang tokoh ulama besar Palembang. Kita harus menghargai sejarah, sebab bangsa yang besar itu tercipta karena menghargai dan menghormati sejarahnya,” ujar Harno.

Baca juga: Konferensi Peradaban Islam upaya gemakan Islamic Center Indonesia

Selain itu pula, Islamic Center Ki Marogan ini nanti akan tumbuh menjadi destinasi wisata baru di Kota Palembang guna melengkapi destinasi-destinasi wisata sejarah peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang.

Ia menjelaskan, selain tujuan wisata religius juga akan menjadi salah satu ikon Kota Palembang setelah Jembatan Ampera dan sebagainya.

Sekilas mengutip dalam sejarah Palembang, Ki Marogan hidup pada tahun 1811 sampai dengan tahun 1901, pada saat itu Indonesia masih dijajah Belanda. Semasa hidupnya, Ki Marogan dikenal sebagai ulama yang berjasa terhadap penyebaran dan dakwah Islam di sekitar Palembang. Selain ia juga dikenal sebagai sosok yang mencintai masyarakat kecil. Ki Marogan yang juga pengusaha di bidang perkayuan, aktif menderma dan memberi pengobatan bagi masyarakat miskin.

Baca juga: Heru konsultasi dengan pusat soal bantuan Arab Saudi untuk JIC

Karena begitu banyaknya kisah "keajaiban" yang dimiliki Ki Marogan, atau orang biasa menyebutnya dengan "karomah", maka banyak masyarakat yang beranggapan bahwa Ki Marogan adalah seorang Wali Allah.

Abah Zen Syukri, seorang ulama kharismatik Palembang lulusan pesantren Tebu Ireng pernah memberikan testimoni mengenai Ki Marogan, "kelebihan Kiai Marogan, apabila wong (orang) datang minta doaken terkabul tulah, ucapan insya Allahnya kantep. Karena Kiai Marogan itu sudah masuk dalam majelis Allah, beliau tidak binasa, tetap hidup."

Baca juga: Arab Saudi dukung perbaikan Jakarta Islamic Center

Nama lengkap Ki Marogan adalah Masagus Haji Abdul Hamid bin Masagus Mahmud. Ki Marogan lahir di Kampung Karang Berahi (kini Kulurahan Kertapati) pada tahun 1811 dari orang tuanya yang bernama Masagus Mahmud alis Cek Kanang dengan Verawati. Ibunya, yang bernama Verawati, adalah seorang wanita China.

Cek Kanang adalah seorang pengusaha yang juga seorang ulama. Dia masih keturunan dari raja-raja di Palembang. Apabila diurut lebih jauh lagi, nasab-nya masih tersambung dengan Nabi Muhammad SAW dari garis keturunan Alawiyin, Hadhramaut, Yaman.

Baca juga: JIC antisipasi keramaian acara JIEF saat Shalat Jumat

Masagus Haji Abdul Hamid bin Masagus Mahmud lebih terkenal di masyarakat dengan sebutan Ki Marogan karena semasa hidupnya beliau lahir, tinggal, dan meninggal di sekitar wilayah Muara Ogan. Oleh karena itu beliau dipanggil dengan sebutan Kiai Muara Ogan.

Namun panggilan tersebut oleh masyarakat masih dianggap terlalu panjang, jadilah disingkat lagi menjadi Ki Marogan.

Nama Kiai Marogan sekarang di Palembang juga diabadikan menjadi sebuah jalan yang terletak dari Simpang Empat jembatan Sungai Kertapati 1 Ulu hingga arah Simpang Empat Kemang Agung arah Jembatan Musi II.

Baca juga: Wali Kota ajak warga ramaikan pekan raya pendidikan Islam di JIC
Baca juga: JK minta Jakarta Islamic Center direhabilitasi secepatnya


Pewarta: Ahmad Rafli Baiduri
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2023